Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/07/2013, 21:01 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

 

KOMPAS.com - Prevalensi penyakit anemia sel sabit meningkat di seluruh dunia, dan lebih dari 400.000 bayi akan lahir dengan penyakit darah turunan pada tahun 2050. Demikian menurut hasil studi baru yang dipublikasi dalam jurnal PLoS Medicine.

Para peneliti mengestimasi, laju bayi yang lahir dengan penyakit ini meningkat dari sekitar 305.800 di tahun 2010 menjadi 404.200 di tahun 2050. Persentase terbesar terutama bagi negara India, Nigeria, dan Kongo, yaitu 57 persen dari total yang diestimasi.

Studi tersebut juga menyebutkan, program penampisan universal dapat menyelamatkan hampir 10 juta bayi yang baru lahir dengan anemia bulan sabit di seluruh dunia. Termasuk 85 persen yang diperkirakan lahir di sub-Sahara Afrika.

Selain itu, implementasi layanan kesehatan dasar untuk anemia sel sabit, seperti penampisan dan vaksinasi, hingga tahun 2015 dapat meningkatkan ketahanan hidup pada lebih dari lima juta bayi yang baru lahir dengan penyakit tersebut di tahun 2050.

Penyakit anemia sel sabit merupakan penyakit yang membuat bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit. Padahal dengan bentuk yang demikian, sel darah merah bisa masuk dan menyumbat pembuluh darah yang berukuran kecil, sehingga mengganggu aliran darah. Aliran darah yang terganggu berarti akan menghambat distribusi oksigen ke seluruh tubuh.

Penyakit tersebut termasuk pada penyakit darah turunan yang tidak bisa disembuhkan. Seseorang dapat terkena penyakit tersebut karena percampuran gen darah merah dari kedua orangtuanya.

Jika hanya satu orangtua yang mengalami anemia bulan sabit, maka anaknya hanya menjadi "pembawa" atau carrier yang kemungkinan akan mewariskan penyakitnya ke keturunannya. Tidak seperti orang yang berpenyakit, carrier tidak menunjukkan gejala apapun.

Kendati penderita penyakit ini di Indonesia terbilang sangat sedikit, namun peningkatan jumlah bayi yang lahir dengan anemia sel sabit tetap perlu diwaspadai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com