Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/09/2013, 13:07 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com
— Sekilas tak ada yang aneh dari ruko-ruko yang berderet rapi di bilangan Jakarta Selatan itu. Layaknya pusat bisnis, sore hari itu puluhan orang datang dan pergi di kawasan tersebut. Sebagian dari mereka yang datang ke kompleks ruko ini menggunakan mobil pribadi dan bernampilan rapi.

Semua terlihat normal, kecuali sebuah ruko yang lebih tertutup dibanding yang lain. Ruko ini dijaga seorang satpam berwajah sangar. Pengunjung biasanya akan menemukan ceceran uang koin di halaman sebelum pintu masuk.

Banyak orang tidak akan mengira bila ruko ini termasuk dalam daftar hotspot atau titik rawan penyebaran HIV/AIDS melalui transaksi seksual. Tempat tersebut merupakan lokasi praktik "esek-esek" yang berkedok panti pijat.

Di tempat tersebut tersedia layanan pijat "plus-plus" yang dilakukan oleh pria. Belakangan diketahui, uang-uang koin yang tercecer di halamannya merupakan salah satu ritual pembawa hoki yang dilakukan oleh pengelola tempat.

Saat disambangi, aroma asap rokok tercium sangat pekat memenuhi ruangan berpendingin. Suasana santai pun terasa dengan alunan musik pop yang terdengar cukup keras. Di meja depan, sejumlah pria dan seorang wanita tampak duduk santai menunggu pelanggan.

Sore itu Feri (bukan nama sebenarnya) sedang menanti pelanggan. Pria berusia 20-an tahun ini adalah lelaki pekerja seksual yang biasa melayani sesama jenis. Diakuinya bahwa tempatnya bekerja menyediakan layanan pijat plus-plus oleh pria. Sementara layanan pijat oleh wanita hanya tersedia tanpa layanan plus-plus.

Feri yang bukan pemain baru lagi di industri esek-esek mengaku sudah mengetahui dengan risiko penularan HIV yang dihadapinya. Pelatihan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mendampinginya sedikit banyak memberinya informasi mengenai HIV dan infeksi menular seksual (IMS).

"Tapi mau bagaimana lagi, itulah risiko yang harus dihadapi," ujar Feri.

Feri pun menolak untuk gentar terhadap risiko. Sebaliknya, dia memilih untuk "main aman", yaitu dengan selalu menggunakan kondom setiap melayani pelanggannya. Bahkan untuk aktivitas seksual oral sekalipun, Feri memilih untuk tetap menggunakan kondom.

"Itu sudah prinsip saya selalu pakai kondom. Saya juga pernah kehilangan pelanggan gara-gara prinsip saya itu. Tapi saya santai saja, soalnya sudah komitmen. Jadi sebelum melayani saya bilang dulu, harus pakai kondom," tandasnya.

Meski memegang prinsip selalu menggunakan kondom, Feri tak menampik fakta bahwa selama ini dia sangat jarang membeli kondom sendiri. Sehingga untuk mencukupi kebutuhan kondomnya, Feri mengandalkan LSM yang rutin memberikan stok di panti pijat tempatnya bekerja.

Setiap bulan, LSM Yayasan Inter Medika (YIM) memang selalu memberikan stok kondom hasil donasi dari organisasi dunia yang peduli HIV/AIDS, seperti Unaids dan Unicef. Lebih kurang 720 kondom dan pelumas rutin diberikan untuk panti pijat tempat Feri bekerja.

"Jumlah segitu cukup kok untuk sebulan, seringnya malah sisa. Paling hanya pelumasnya saja yang sering habis. Kalau habis, kita biasa beli," jelasnya.

Jumlah stok kondom yang tidak pernah habis, diakui Feri, dikarenakan tidak semua pelanggan mau memakai kondom. Selain itu, tidak semua pekerja seksual berprinsip sama dengannya.

Menurut keterangan Aldi dari YIM, pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom biasanya menawarkan untuk membayar lebih.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau