"Kalau sudah uang yang bicara, pekerja yang enggak punya prinsip ya akhirnya enggak pakai kondom juga. Itulah, semuanya dikendalikan uang," ucapnya, menyesal.
Aldi menjelaskan, pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom umumnya adalah pria lajang yang tidak memiliki istri dan anak. Sementara itu, pria yang sudah berkeluarga umumnya lebih memilih untuk menggunakan kondom.
Menurutnya, pria berkeluarga mungkin lebih khawatir dirinya tertular HIV atau IMS yang nantinya bisa menularkannya lagi kepada keluarganya. Namun, keinginan untuk mendapatkan sensasi seks yang berbeda membuat mereka tetap berupaya menjajal layanan pijat plus-plus.
Berbeda dengan panti pijat plus-plus, sebuah tempat hiburan karaoke di kawasan yang sama tidak mendapatkan bantuan kondom dari LSM. Kendati demikian, pelanggan dinilai memiliki kesadaran yang lebih baik dalam penggunaan kondom.
Menurut keterangan dari seorang "mami" di kawasan tersebut, pelanggan di sana kebanyakan berasal dari Jepang dan Korea. "Karena dari luar kali ya, jadi kesadaran pakai kondom sudah tinggi. Mereka biasanya membawa kondom sendiri, meski kita juga nyediain," tutur Betty (bukan nama sebenarnya).
Walaupun disediakan kondom, tetapi Betty mengatakan, tidak ada praktik prostitusi di tempat tersebut. "Di sini hanya karaoke, kalau mau yang lebih, mereka bisa janjian sendiri di tempat lain," tegasnya.
Feri dan Betty hanyalah segelintir orang yang memilih menceburkan diri ke dalam dunia hitam. Selain mereka, masih banyak orang yang rela mengorbankan apa pun yang mereka miliki untuk kesenangan dunia semata. Kepedulian mereka pada kesehatan pun masih disangsikan.
Tak heran, kesadaran mereka untuk melindungi diri dari jeratan HIV ataupun IMS dengan kondom juga masih rendah. Menurut data dari Kementerian Kesehatan tahun 2012, penggunaan kondom rutin di kalangan populasi kunci baru mencapai 35 persen.
Padahal, data dari Kementerian Kesehatan, jumlah pengidap HIV di DKI Jakarta saja hingga Maret 2013 sudah mencapai 6.299 orang. Dan, diperkirakan ada 346.267 warga di Jakarta yang rawan tertular.
"Kasus HIV dan AIDS ini seperti fenomena gunung es, yang diketahui sekarang mungkin sangat kecil dari kenyataannya," ujar John Alubwaman, Kepala Monitoring, Evaluasi, dan Pengembangan Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) DKI Jakarta.
Penggunaan kondom memang sedang digadang-gadang guna melindungi diri dari HIV dan IMS. Hal ini karena berhubungan seksual merupakan salah satu cara transmisi virus yang paling utama. Dan, kondom telah terbukti 97 persen efektif untuk mencegah transmisi virus.
Meski penggunaan kondom ditentang sejumlah pihak karena disebut-sebut melegalkan prostitusi, tetapi ingat, kondom juga alat kesehatan. Stigma terhadap kondom yang identik dengan seks dan tabu memang perlu diubah.
Menurut Erlian Rista Aditya, aktivis LSM Family Health International (FHI), distribusi kondom ke tempat-tempat yang mudah dijangkau tidak meningkatkan seks di luar nikah. Sebaliknya, penyediaan kondom justru akan mengurangi tingkat penyebaran penyakit yang penularannya melalui hubungan seksual, seperti HIV dan IMS.
Prinsipnya untuk mengurangi tingkat penyebaran HIV dan IMS, jelas dia, adalah strategi ABC. A untuk abstinence, yang berarti tidak berhubungan seksual hingga menikah. B untuk be faithful, yang berarti setia kepada pasangan setelah aktif secara seksual. Adapun C untuk condom, yang berarti selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual apabila tidak bisa berpegang pada prinsip A dan B.
Erlian menyimpulkan, jika mampu memosisikan kondom sebagai alat kesehatan, tidak mengaitkan dengan legalisasi prostitusi dan tidak meningkatkan seks di luar nikah, maka kondom akan sangat berperan dalam menurunkan angka penularan HIV dan IMS.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.