Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Osteogenesis Imperfecta", Rapuh Tulang karena Keturunan

Kompas.com - 18/11/2013, 16:54 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com - Kasus patahtulang atau tulang rapuh kerap dianggap hal biasa bila dialami oleh anak-anak. Alasan utamanya adalah masa tumbuh kembang anak yang masih terus berjalan dan belum sempurna. Namun benarkah selalu demikian?

Bila berkaca dari pengalaman Diana Lestiawati (33), anggapan tersebut tidak benar adanya. Wanita berkursi roda ini adalah seorang pengidap penyakit tulang rapuh atau Osteogenesis Imperfecta (OI).  Diana yang sudah bersuami dan punya anak sebelumnya tidak mengerti penyakit tersebut adalah OI.

"Saya malah baru tahu belakangan kalau ini adalah OI. Sebelumnya saya memang kerap mengalami patah tulang, namun tidak menganggapnya suatu penyakit," ujarnya kepada KOMPAS Health, Senin (18/11/13).

Patah tulang, lanjut Diana, sudah dialaminya sejak usia 1 tahun. Di usia tersebut, ia setidaknya mengalami 4 kali patah tulang, di seluruh bagian tubuh.

Kendati terdengar seram, toh, Diana menghadapinya dengan biasa saja. Hal tersebut dikarenakan keluarga terdekat yaitu ibu, nenek, dan dua sepupunya menderita kondisi yang sama. Keadaan ini akhirnya hanya dianggap sebagai bawaan dan tidak diambil pusing. Pun dengan akibat yang ditimbulkan, yaitu menghambat tumbuh kembang dan mobilitas Diana.

Meski begitu Diana masih mengupayakan pemulihan dari penyakitnya tersebut. "Saya akhirnya pindah ke Jakarta dan Jepara. Di sini saya menjalani operasi hingga kondisi bisa stabil, dan mengetahui penyakit apa yang menyerang saya. Dengan pengetahuan ini, saya bisa lebih sigap menghadapi kondisi diri sendiri," ujarnya.

Bersamaan dengan proses pemulihan, Diana menyadari konsekuensi penyakit yang bersifat  genetik. Yaitu, keturunan Diana berisiko menderita penyakit yang sama, terlepas apapun jenis kelaminnya. Hal ini mendorongnya untuk melakukan kontrol kehamilan secara berkala.

"Dari tes yang dijalani ketahuan anak saya menderita OI, dari tulang punggungnya yang bengkok. Kondisi ini diketahui saat usia kehamilan 4 bulan. Dengan pengetahuan tentang OI, saya lebih siap menghadapi kehamilan pertama saya ini," ujar ibu dari Devanno Emmanuel, yang kini berusia 2 tahun 9 bulan.

Ditemani sang suami, Rudi Hermanto (28), Diana menghadapi masa 9 bulan kehamilannya. Rudi mengatakan, tidak ada masalah yang dihadapi saat istrinya hamil. Bahkan istrinya masih sempat bekerja sebagai supervisor di suatu restoran, dengan jam kerja mulai pukul 8 pagi hingga 3 sore.

Diana, kata Rudi, bahkan tidak mengalami patah tulang saat kehamilannya. "Namun istri saya memang mengkonsumsi suplemen tulang. Saat ini, isteri saya sudah tidak bekerja dan fokus mengasuh Devanno. Isteri saya bahkan memberi ASI eksklusif," ujarnya. Melalui operasi caesar akhirnya pada 8 Februari 2011, pasangan ini resmi mendapatkan anak pertama.

Pascakelahiran Devanno, Diana langsung membawa anaknya itu ke spesialis endokrinologi anak yang menangani OI. Dengan penanganan sejak dini,  Devanno diharapkan bisa tumbuh sama seperti anak lain. Saat ini Devano tengah bersiap menjalani terapi dengan zolendronat yang meningkatkan massa dan kerapatan tulangnya.

"Penanganan sejak dini tentu lebih baik, karena kita bisa merekonstruksi kepadatan dan struktur tulang. Selain itu saat belum dewasa, tulang punggung masih bisa tubuh sehingga kesempatan pulihnya lebih besar," kata ahli endokrinologi anak RS. Cipto Mangunkusuno, dr. Aman B.Pulungan Sp.A (K).

Kelainan genetika

OI merupakan gangguan genetik yang berakibat pada produksi kolagen, yang merupakan bahan dasar tulang. Gangguan pada gen pengkode prokolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2) ini mengakibatkan kolagen tidak diproduksi dalam jumlah cukup, sehingga tulang penderita tipis dan rapuh.

Akibatnya tulang penderita rawan menderita patah. "Kondisi ini tidak bisa dihindarkan dan selalu bisa diturunkan. Karena itu bila ada anggota keluarga yang mengalami OI, secepatnya periksakan kandungan dan anak sehingga bisa diketahui lebih awal," kata ahli kesehatan tulang dari Royal Children Hospital, Melbourne, Australia, Dr. Margaret Zacharin.

Anak dengan kondisi OI, kata Margaret, sebetulnya dapata dideteksi 4 hari pascakelahiran. Bayi dengan OI umumnya sulit bernafas, dan rongga dada yang cenderung. Saat menarik napas, rongga dada ini juga tidak membesar. Namun kondisi dipastikan saat anak berusia 1 tahun, dengan tumbuh kembang yang cenderung lambat dan anak yang belum bisa berjalan.

Bila mengetahui kondisi ini sebaiknya cepat dibawa ke dokter terkait. "Nantinya, ada serangkaian terapi yang harus dijalankan, yaitu terapi gerak dan pengobatan dengan zolendronat. Penderita harus mendapat dukungan penuh dari keluarga dan tidak dikucilkan. kendati nantinya bertubuh pendek, toh penyakit ini tidak mempengaruhi IQ dan EQ mereka," kata Margaret.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau