KOMPAS.com - Depresi dan kecanduan atau adiksi merupakan hal yang sangat berhubungan satu sama lain. Ini karena keduanya kerap terjadi bersamaan atau yang disebut dengan istilah medis komorbiditas, munculnya suatu penyakit sekunder bersamaan dengan penyakit primer.
Secara umum, orang beranggapan terapi penyembuhan kecanduan adalah penyebab penyakit mental, sebaliknya penyakit mental tidak menyebabkan adiksi. Namun anggapan itu sebenarnya masih dalam area abu-abu. Pasalnya, penyakit mental yang tidak disembuhkan juga menyebabkan terjadinya adiksi pada sejumlah orang. Faktanya, sekitar 20 persen populasi yang mengalami adiksi mengembangkan penyakitnya itu karena permasalahan mental.
Menentukan mana yang menjadi penyebab dari komorbiditas depresi dan adiksi sama halnya seperti perdebatan ayam dan telur. Keduanya sangat berkaitan, tetapi belum jelas mana yang lebih dulu terjadi.
Namun yang jelas keduanya mempengaruhi satu sama lain. Hal tersebut pun menjelaskan kenapa pilihan terapinya perlu mencakup keduanya.
Baik adiksi maupun depresi menunjukkan gejala yang spesifik. Seseorang mungkin menderita satu gejala saja atau keduanya sekaligus. Namun kebanyakan keduanya terjadi secara bersama-sama.
Diketahui, bunuh diri menjadi risiko bagi siapapun yang mengalami depresi. Dan saat mengalami adiksi, risiko ini pun mengalami peningkatan. Penyakit mental lainnya yang juga memiliki hubungan dengan adiksi adalah kecemasan dan serangan panik.
Kedua penyakit, baik depresi maupun adiksi, sama-sama bersumber di otak. Pada orang dengan adiksi, jalur saraf di otak membentuk keinginan untuk sesuatu yang menjadi candunya. Sementara itu, depresi mengubah cara kognitif dan emosi seseorang yang artinya sangat jelas ada hubungannya dengan otak.
Depresi dan kecanduan perlu mendapat terapi melalui dua cara. Ini karena satu terapi saja tidak akan menyembuhkan penyakit lainnya. Misalnya seseorang menjalani terapi depresi saja, setelah depresinya sembuh, ia mungkin masih akan merasakan adiksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.