Tidak hanya mampu bertahan. Bahkan, mereka juga membuktikan mampu berprestasi. Penyintas kanker anak, Alvita Dewi Siswoyo (32), terkena retinoblastoma (kanker mata) saat usianya satu tahun. Ayahnya menemukan kelainan pada mata Alvita tak sengaja, ketika lampu mati saat merayakan ulang tahun Alvita. Mata Alvita tampak seperti mata kucing.
Lima belas tahun berlalu. Namun, kanker seperti enggan berlalu. Di usia remaja itu, kanker kedua menyerangnya, yakni primitive neuroectodermal tumor (PNET), sejenis kanker tulang, stadium IIIB. Ia harus menjalani tiga kali operasi, kemoterapi, dan radiasi puluhan kali di dalam dan luar negeri.
Kini, setelah berjuang dan bertahan dari dua kanker, Alvita berbagi hidup dengan sesama. Meskipun terkena kanker sejak kecil, cita-citanya jadi dokter tak pernah luntur. Bahkan, ia mampu melampaui cita-cita itu setelah menamatkan pendidikan spesialis kedokteran nuklir.
"Saya merasakan sendiri bagaimana jika terkena kanker. Tidak cuma badan, tapi psikologi juga terganggu," kata penyintas kanker anak lainnya, Lina Nur Farida (20). Kanker ovarium yang menyerangnya di usia 12 tahun tak mengalahkannya dari semangat menyelesaikan pendidikan dengan baik.
Kini, ia mahasiswa ilmu gizi pada sebuah perguruan tinggi di Jakarta. "Ovarium saya sudah diangkat dua-duanya. Tidak masalah, saya masih bisa adopsi," ujarnya.
Penyintas leukimia, Saprita Tahir (26), menambahkan, leukimia yang menyerangnya ketika umur sembilan bulan tak memengaruhi kemampuannya mencerna pelajaran di sekolah maupun kuliah. Ia kini bekerja pada sebuah firma hukum di Jakarta dan menjalani pekerjaannya dengan baik. Rekan-rekan kerja pun menerimanya dengan baik.
Kalahkan mitos
Ketua Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) Rahmi Adi Putra Tahir mengatakan, banyak mitos seputar kanker pada anak di kalangan masyarakat. Beberapa di antaranya, kanker pada anak menular dan anak dengan kanker berumur pendek. Mitos-mitos tersebut muncul karena ketidaktahuan masyarakat terhadap fakta-fakta tentang kanker anak.
Itu pula sebabnya banyak orang tua terlambat membawa anaknya untuk diperiksa dan mendapat pengobatan. Mereka yang sudah berobat secara medis juga kerap menghentikan pengobatannya, lalu beralih ke pengobatan alternatif.
Kanker pada anak bisa diobati. Bahkan, pulih jika dideteksi sejak dini. Pengobatan medis yang dijalani harus dilakukan secara tuntas. Penyintas kanker anak juga mampu berprestasi seperti anak lain yang tidak terkena kanker.
Dokter spesialis anak di RS Kanker Dharmais, Mururul Aisyi, memaparkan, kanker pada anak berpeluang sembuh lebih besar dibandingkan kanker pada orang dewasa. Di luar negeri, tingkat ketahanan hingga usia 5 tahun pada penyintas kanker anak mencapai 80-85 persen. Itu lebih tinggi dibandingkan angka ketahanan penyintas kanker pada orang dewasa yang hanya sekitar 60 persen.
Dari sisi usia, setiap kanker pada anak memiliki waktu kemunculannya tersendiri. Leukemia umumnya muncul pada anak berusia 2-10 tahun, retinoblastoma melanda anak di usia bawah lima tahun (balita), kanker tulang biasanya pada anak usia 10-15 tahun, dan tumor otak menyerang anak berumur 5-10 tahun.
Kunci membalikkan keadaan adalah deteksi dini dan pengobatan dini. (ADHITYA RAMADHAN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.