KOMPAS.com - Kehidupan manusia modern yang tidak mengenal waktu dalam bekerja dapat mengganggu ritme metabolisme dalam tubuh. Gangguan itu dapat berdampak pada timbulnya obesitas. Mengatur waktu biologis tubuh (circadian clock) dengan baik terbukti dapat mengurangi risiko tersebut.
Hal ini disampaikan oleh pendiri Himpunan Studi Obesitas Indonesia (Hisobi), Andy Wijaya, saat menjadi narasumber dalam National Obesity Symposium (NOS) Ke-9 di Jakarta, Sabtu (8/8). Ia menerangkan, pada dasarnya kinerja tubuh manusia sudah diatur oleh proses genetik.
Sebelum masuk ke era modern, kehidupan manusia lebih teratur, saat gelap mereka istirahat dan saat ada cahaya matahari mereka akan bekerja. Aktivitas itu berpengaruh pada kinerja organ dalam tubuh.
Saat cahaya matahari masuk ke tubuh melalui retina, itu memengaruhi organ dalam tubuh, terutama otak. "Adanya input sinar matahari itu mengatur untuk mengeluarkan hormon melatonin dari tubuh," kata Andy.
Dari otak itu akan memengaruhi pada sirkuit organ-organ dalam tubuh, terutama organ pencernaan, seperti hati, lemak, dan pankreas untuk mengelola makanan. Saat itu, makanan terus diolah untuk mengeluarkan energi.
Namun, pada era saat ini, aktivitas manusia semakin tidak menentu. Saat ini, cahaya matahari bisa diganti dengan lampu sehingga bekerja hingga larut malam tidak lagi masalah.
Ditambah lagi kemajuan teknologi informasi, aktivitas pergi ke luar negeri yang berbeda waktu, dan lain-lain juga memengaruhi terganggunya pola aktivitas. Hal ini berpengaruh pada terganggunya metabolisme tubuh.
"Pola makan dan istirahat yang tidak teratur berpotensi menimbulkan risiko obesitas karena pengelolaan makanan tidak berjalan optimal," kata Andy.
Obesitas sangat berbahaya karena dari sana akan memicu timbulnya penyakit lain mematikan, seperti darah tinggi, stroke, hingga berbagai jenis kanker.
Untuk itu, kata Andy, dibutuhkan pendekatan pengaturan waktu biologis tubuh, seperti aktivitas dan fungsi tubuh antara lain pola makan, tidur, temperatur tubuh, metabolisme, kewaspadaan, tekanan darah, detak jantung, tingkat hormon, dan sebagainya.
Ketua Hisobi Dante Saksono Harbuwono mengatakan, sampai saat ini, orang yang mengalami obesitas terus meningkat, terutama di kota-kota besar. "Bahkan, di Jakarta, 50 persen dari populasi penduduknya telah mengalami obesitas," ujar Dante.
Kadar lemak dalam tubuh idealnya hanya 14-19 persen. Namun, saat ini, kebanyakan komposisi lemak masyarakat Kota Jakarta berlebihan, sekitar 33 persen.
Ada beberapa hal yang menyebabkan obesitas terus terjadi, antara lain kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat. "Kebanyakan masyarakat kota terbiasa mengonsumsi makanan berminyak dan bersantan, jarang berolahraga, dan menjalankan pola hidup yang tidak teratur," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya mengajak setiap orang untuk menjadi generasi berkeringat dengan terus melakukan aktivitas fisik, mulai dari berjalan kaki, lari, atau olahraga lain. (B12)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.