Tim dokter Rumah Sakit Great Ormond Street (GOSH) London yang menangani Layla mengakui terlalu dini menyebut terapi desainer sel kekebalan tubuh mengatasi kanker karena baru pertama dilakukan. Kondisi Layla perlu dipantau sampai dua tahun demi membuktikan manfaat terapi.
"Respons positif terapi ini keajaiban karena leukemia yang diderita Layla amat ganas," kata Profesor Paul Veys, ketua tim dokter Layla yang juga Direktur Transplantasi Sumsum Tulang Belakang GOSH, Jumat (6/11).
Leukimia limfoblastik akut dipicu produksi sel darah putih berlebih sehingga fungsi darah normal terganggu. Mayoritas pasien kanker itu ialah anak-anak, jarang dialami orang dewasa.
Layla pun diterapi dengan kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang belakang, tetapi gagal karena umur Layla terlalu muda. Dokter menyarankan Layla menjalani terapi paliatif guna meringankan derita jelang kematiannya, tapi keluarga menolak.
Tim dokter lalu menawari keluarga Layla menjalani terapi eksperimen yang dikembangkan RS. Terapi itu baru diuji pada tikus, belum pernah dilakukan pada manusia. Itu berarti terapi baru itu belum tentu memberi hasil.
"Saya tak mau menyerah. Lebih baik melakukan hal baru meski seperti berjudi," tutur ayah Layla, Ashleigh Richards (30).
Terapi desainer sel kekebalan dilakukan dengan memodifikasi atau mengedit sel darah putih (sel T) dari donor sehat memakai gunting mikroskopik. Sel donor dirancang untuk mencari dan membunuh sel leukemia. Itu membuat sel leukemia bisa dijangkau obat yang diberikan.
Sel donor yang direkayasa genetikanya dan diberi nama sel UCART19 itu dimasukkan ke tubuh Layla memakai selang infus kecil. Untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dan mendukung terapi, Layla harus jalani cangkok sumsum tulang belakang dua kali.
Beberapa pekan setelah terapi, tim dokter menyatakan terapi berjalan baik. Kini, Layla bisa berdiri sambil tersenyum dan tertawa kecil.
Karena baru sekali dilakukan pada manusia, terapi belum tentu memberi hasil sama jika dilakukan pada anak lain. Meski demikian, keberhasilan terapi Layla jadi harapan baru penggunaan teknologi rekayasa genetika untuk pengobatan leukemia dan kanker lain. (AFP/BBC/MZW)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.