KOMPAS.com - Era digital memudahkan remaja mengakses berbagai infomasi dari seluruh dunia melalui internet, termasuk konten negatif, seperti pornografi.
Dampak buruknya, remaja yang terlalu sering menonton porno berisiko menjadi predator seksual atau pelaku kekerasan seksual. Hal ini berdasarkan sebuah penelitian di Universitas Melbourne, Australia.
Remaja yang sering menonton konten berbau porno, termasuk kekerasan seksual, bisa meniru apa yang dilihatnya.
Penelitian sebelumnya yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Psychiatry pun menemukan adanya rangsangan seksual dari waktu ke waktu pada remaja yang menonton pornografi secara rutin. Pada akhirnya, mereka bisa terdorong untuk melampiaskan hasrat seksualnya.
Peneliti mengatakan, akses remaja menonton film pornografi harus diperketat untuk mencegah kasus pelecehan seksual.
Di samping itu, pendidikan seks di sekolah justru harus ditingkatkan agar anak-anak paham untuk saling menjaga tubuh mereka dari pelecehan seksual. Anak-anak dan juga para remaja harus diajari bagaimana menghormati teman lawan jenis mereka.
Pendidikan seks bukan suatu hal yang tabu untuk dibicarakan kepada anak-anak. Pendidikan seks seharusnya sudah diberikan sedini mungkin dan disesuaikan dengan usia anak.
Sementara itu, menurut penulis studi Gemma McKibbin, masalah akses pornografi sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung jawab orangtua dan guru, melainkan juga semua pihak.
Adanya predator seksual atau pelaku kekerasan seksual sangat meresahkan. Anak-anak sering kali menjadi korban sehingga mengalami trauma mendalam.
Penelitian sebelumnya menunjukkan, sekitar setengah dari korban pelecehan seksual adalah anak-anak berusia di bawah 6 tahun.
Jika tidak mendapat pendampingan serius, mereka yang menjadi korban berisiko menjadi pelaku di kemudian hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.