KOMPAS.com – Proses penegakkan diagnosis penyakit langka biasanya tidaklah mudah.
Padahal, penegakkan diagnosis ini adalah kunci bagi setiap pasien penyakit langka untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
Penyakit langka yang dimaksud di sini adalah penyakit yang mengancam jiwa atau menganggu kualitas hidup dengan pervalensi yang rendah (kurang dari 2.000 pasien di populasi).
Dokter RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang aktif dalam Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia, dr. Cut Nurul Hafifah, Sp.A (K), mengungkapkan diagnosis penyakit langka merupakan tantangan bagi para dokter.
Sering kali dokter harus melakukan banyak pemeriksaan untuk mencari penyebab kelainan yang ditemui.
Pemeriksaan ini sering kali juga memakan waktu sampai hasilnya keluar.
Bahkan, terkadang, setelah keluar, hasilnya tidak mesti sesuai harapan.
Hal ini pun bukan hanya bisa membuat para orang tua pasien putus asa, tapi juga bagi para dokter.
Lantas, bisakah penyakit langka didiagnosis?
dr. Cut Hafifah menyampaikan, rara-rata waktu yang diperlukan untuk mendiagnosis suatu penyakit langka adalah sekitar 8 tahun.
Diagnosis pun baru tegak setelah menemui kira-kira 10 orang dokter spesialis.
Para pasien biasanya telah salah didiagnosis sebanyak tiga kali sebelum akhirnya mendapat diagnosis pasti.
Namun, menurut dia, belakangan ini perhatian terhadap penyakit langka semakin baik, baik di dunia, termasuk di Indonesia.
Survei terbaru pada 2013 oleh Global Genes menunjukkan dokter layanan primer dan dokter spesialis semakin berminat untuk menangani pasien penyakit langka.
Sebanyak 60 persen dokter layanan primer dan 80 persen dokter spesialis menyanggupi tantangan untuk menangani pasien penyakit langka.
“Tapi sayangnya, para dokter tidak memiliki cukup waktu untuk mencari tahu diagnosis pasti dari suatu penyakit langka meskipun mereka mencurigai pasien memiliki penyakit langka,” tutur dr. Cut Hafifah saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (1/3/2021).
Dia menyebut, hingga kini sudah ada lebih dari 7.000 penyakit langka diidentifikasi dan memengaruhi hidup jutaan orang di Asia.
Sebagian besar atau 80 persen penyakit langka tersebut disebabkan kelainan genetik.
dr. Cut Hafifah menerangkan pemeriksaan genetik untuk penyakit langka dapat dibagi menjadi tiga jenis.
Apa saja?
Menurut dia, sebagian penyakit langka bisa dicurigai dengan pemeriksaan sederhana dengan laboratorium yang sudah tersedia di Indonesia.
Contohnya, penyakit Gaucher bisa dideteksi dengan pemeriksaan darah tepi yang menunjukkan adanya anemia (kekurangan darah) dan trombositopenia (kekurangan keping darah).
Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi sumsum tulang untuk mencari sel Gaucher.
Selanjutnya diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan enzim beta-glucosidase dengan mengirim sampel ke laboratorium di luar negeri.
Sementara itu, penyakit langka lainnya, seperti glycogen storage disease (GSD) bisa dideteksi dengan uji tapis metabolik, seperti analisis gas darah, gula darah, profil lipid, asam urat, dan laktat darah.
Namun, pemeriksaan pasti untuk mengetahui tipe GSD tetap harus dilakukan dengan analisis DNA yang dikirim ke laboratorium di luar negeri.
dr. Cut Hafifah pun memberikan informasi mengenai gejala yang harus dipikirkan oleh orang tua untuk mencurigai adanya penyakit langka pada anak.
Beberapa gejala penyakit langka itu, termasuk:
Jika mendapati kondisi itu, para orang tua dianjurkan untuk bisa berkonsultasi segera dengan dokter.
https://health.kompas.com/read/2021/03/01/180700768/bagaimana-cara-mendiagnosis-penyakit-langka-