Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bukan Cuma Berat, Rindu Juga Berdampak Buruk Pada Kesehatan Mental

KOMPAS.com - JIka kata Dilan rindu itu berat, periset berhasil membuktikan bahwa kerinduan juga bisa berdampak buruk pada kesehatan mental.

Laporan Scientific American menyebutkan bahwa jauh dari orang tersayang bisa memicu peningkatan kecemasan, depresi, dan masalah seperti gangguan tidur.

Laporan tersebut juga didukung oleh riset yang dilakukan ahli saraf Pusat Penelitian Primata Nasional Yerkes. Penelitian tersebut melibatkan tikus yang sengaja dipisahkan dari pasangannya.

Setelah beberapa lama, tikus jantan yang terpisah dari betinanya mengalami perubahan fisiologi dan menunjukan perilaku depresi.

Tikus tersebut menunjukan adanya peningkatan kadar kortikosteron, yaitu hormon yang serupa dengan hormon stres kortisol pada manusia.

Mengapa hal itu terjadi?

Menurut dugaan peneliti, jauh dari orang tersayang membuat tubuh mengalami respon fisik yang setara dengan gejala penarikan obat.

Ketika hewan monogami melakukan kawin dan hidup bersama dengan pasangan, kada oksitosin dan vasoperin yang mendorong keterikatan emosional meningkat.

Hal tersebut bisa mengaktifkan area otak yang terkait dengan penghargaan.

Karena itu, tikus-tikus tersebut bisa mengalamireaksi fisik yang serupa dengan gejala penarikan saat berada jauh dari orang tersayang.

Hal serupa juga terjadi pada manusia. Riset yang dilakukan psikologdari University of Utah, Lisa Diamond juga berhasil membuktkan adanya reaksi fisik dalam diri manusia saat berada jauh dari pasangan.

Riset dilakukan dengan memisahkan pasangan yang terlibat dalam penelitian selama empat hingga tujuh hari.

Reaksi fisik tersebut membuat manusia susah mengontrol emosi dan mengalami gangguan tidur.

Mereka juga menunjukan adanya peningkatan kadar stres dan kortisol, kecemasan, serta ketidaknyamanan fisik selama berada jauh dari pasangan.

Kesehatan mental selama pandemi

Pandemi Covid-19 ini banyak orang harus terpisah atau berada jauh dengan keluarga dan orang tersayang.

Karena itu, masalah kesehatan mental pun semakin meningkat selama pandemi ini. Peristiwa terbaru juga sempat terjadi dalam ajang Olimpiade Tokyo.

Atlet senam asal AS, Simone Biles, mengundurkan diri dari kejuaraan dunia tersebut untuk menjaga kesehatan mentalnya.

Padahal, Biles memiliki track record yang cemerlang dalam dunia senam atletik.

Biles telah didiagnosis mengalami depresi. Dalam sebuah wawancara, Biles mengaku tidak sanggup melanjutkan pertandingan karena merasakan kerinduan luar biasa terhadap orangtuanya.

Ajang olimpiade Tokyo tahun ini memang terasa berat karean penonton yang dibatasi dan para atlet tidak bisa ditemani oleh kelaurga atau orang tersayang.

Tentunya, hal itu bisa menambah tekanan mental bagi mereka.

Hal serupa juga pernah dilakukan Naomi Osaka ketika mengundurkan diri dari ajang French Open and Wimbledon karena memprioritaskan kesehatan mental diri daripada ekspektasi fisik orang lain terhadap mereka.

Yah, atlet-atlet ini bukanlah manusia super. Mereka sama seperti kita yang juga memiliki perasaan dan bisa merasakan kerinduan.

Banyak orang menerika kenyataan jika atlet favoritnya mundur dari pertandingan karena mengalami cedera. Namun, kita seringkali sulit menerima dan mengakui etapa sulitnya untuk fokus secara mental dan emosional dan tetap bersaing di level tertinggi.

Seringkali, para atlet ini mengandalkan keluarga dan teman-teman mereka untuk membuat mereka tetap semangat dan fokus dalam bertanding.

Tapi, tribun kosong tahun ini. Mereka tidak bisa melihat ke arah penonton untuk mendapatkan dukungan.

Mereka tidak bisa melihat wajah bangga orangtua saat bertanding dan memastikan bahwa diri mereka akan baik-baik saja.

https://health.kompas.com/read/2021/07/28/120000068/bukan-cuma-berat-rindu-juga-berdampak-buruk-pada-kesehatan-mental

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke