Syah (15 tahun) nampak asik dengan gadgetnya di sofa ruang tengah. Tak pernah sekalipun gadget lepas dari tangannya.
Memisahkan gadget dari tangannya dapat menjadikannya ngamuk. Mbak Eka, pengasuhnya, dengan sabar menemani.
Suatu ketika dalam acara keluarga, salah satu anggota keluarga besarnya memberikan makanan mengandung tepung terigu kepada Syah.
“Kasihan, dia ingin makanan itu,” ujar Mbak Eka menirukan.
Apa yang terjadi setelah itu, efeknya bertahan lama, ayah serta pengasuhnya kewalahan.
Syah menjadi tantrum setelah acara keluarga itu. Diet ketat wajib dilakukan diawasi orangtua untuk anak-anak terdeteksi Autism Spectrum Disorder (ASD) dengan tipe agresif dan beremosi tinggi.
Remaja dengan autisme memiliki masalah dalam berkomunikasi sehingga pergaulannya menjadi terhambat karena adanya keterbatasan dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan.
Selain itu bahasa yang digunakan cenderung bahasa formal seperti textbook. Mereka juga tidak terampil dalam menjalin pertemanan dan tidak memiliki instink sosial sehingga memiliki jumlah teman yang sedikit.
Remaja dengan autisme terobsesi pada satu obyek atau minat yang terbatas. Selain itu, mereka juga mengalami perubahan hormonal yang intens dan cepat yang menimbulkan perilaku mengamuk dan agresif.
Dunia luar tampak tidak nyaman bagi mereka sehingga menunjukkan perilaku menarik diri.
Banyak dari mereka yang menyadari bahwa dirinya berbeda dengan remaja normal sehingga menimbulkan perasaan rendah diri dan cemas.
Melihat adanya kondisi yang telah disebutkan di atas, makin jelas bahwa keterlibatan ayah, selain ibu, sangat diperlukan bagi remaja dengan autisme.
Keterlibatan ayah dalam mendampingi anak dengan autisme adalah motivasi, keterampilan dan kepercayaan diri, dukungan sosial dan stres, faktor institusional, kesejahteraan psikologis, kepribadian dan sikap (Lamb. 2010).
Keterlibatan ayah yang positif meningkatkan perkembangan intelektual dan mengurangi frekuensi masalah perilaku pada anak laki-laki dan masalah psikologis pada anak perempuan (Sarkadi et all, 2018).
Analisis data dari UK National Child Development mengungkapkan bahwa keterlibatan awal dari ayah memprediksi pencapaian pendidikan pada usia 20 tahun.
Pria membuat kontribusi unik, yang secara positif dapat memengaruhi perkembangan komunikasi dan sosioemosional anak-anak, misalnya dengan terlibat permainan yang lebih lincah daripada ibu (Fletcher, 2013).
Pola pengasuhan ayah adalah partisipasi positif dalam kegiatan berupa interaksi langsung dengan anaknya, memberikan kehangatan, melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap aktivitas anak serta bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan keinginan anak.
Penelitian terdulu menunjukkan bahwa ibu masih menjadi fokus utama dalam mendidik anak dengan disabilitas (Huang, Chen, & Tsai, 2015).
Sedangkan menurut West (2018), ayah sering tidak terlihat, dipandang hanya sebagai bagian dari istri, bukan sebagai orangtua sendiri.
Gaya pengasuhan ayah lebih cenderung kurang dapat diprediksi dan lebih aktif. Ayah menstimulasi perkembangan kognitif dan sosial dengan mempromosikan melalui permainan fisik.
Ayah mengajari anak melalui contoh, menekankan pelajaran dari pengalaman. Ayah mengajarkan cara menghadapi frustrasi dengan menawarkan dukungan yang tidak segera, sehingga meningkatkan keterampilan pemecahan masalah yang adaptif.
Dalam menerapkan kedisiplinan ayah lebih cenderung fokus pada apa yang perlu dipelajari agar anak sukses di dunia sehari-hari (Turnier, 2013).
Sebagian besar ayah dari anak dengan autisme mendukung pendidikan anak, namun hambatan terbesar adalah memenuhi tuntutan pekerjaan (Potter, 2016).
Lima elemen penting keterlibatan ayah terhadap pola asuh remaja dengan autisme adalah:
1. Kedekatan hubungan ayah-remaja dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Kedekatan terbentuk dari ikatan emosional antara remaja dan ayah. Contohnya adalah saat anak membutuhkan terapi sensorik ayah membuat jalan setapak yang terbuat dari batu sehingga anak mendapat stimulasi dari panca inderanya.
2. Kepercayaan dan ketaatan remaja kepada ayah dalam menghadapi situasi baru.
Pada usia pubertas, remaja sering menunjukkan tantrum karena perubahan emosi yang tidak terkendali. Ayah mampu menenangkan emosi remaja dengan memegang tangannya dan memastikan semuanya baik-baik saja.
3. Ketegasan dan konsistensi dalam mengendalikan perilaku autisme remaja.
Ayah menerapkan pola asuh otoritatif seperti keteguhan, konsistensi dan keberanian. Saat remaja berperilaku dengan cara yang tidak biasa seperti mengulang kata atau perilakunya, remaja langsung mendapat teguran.
4. Membuka diri dalam masyarakat untuk masa depan dari remaja.
Ayah membuka dirinya untuk lingkungan baik untuk mencari informasi atau dukungan atau memberikan kesempatan pendidikan.
5. Eksplorasi bakat remaja
Ayah menekankan pentingnya mengeksplorasi bakat dan minat sejak dini karena remaja lebih baik bekerja dengan hati yang senang (Hapsara, Sahrani & Dewi, 2021).
*Astri Anggraini HW S. Psi, Mahasiswa Program Studi Magister Profesi Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Dr. Fransisca Iriani R. Dewi M. Si, Dosen Program Studi Magister Sains Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
https://health.kompas.com/read/2022/06/30/090000868/sosok-ayah-dalam-pendampingan-remaja-autis