Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Stunting Bukan Hanya karena Kurang Gizi

Alangkah sangat aneh, angka stunting yang selalu identik dengan kondisi kurang gizi,  menimpa Kabupaten Garut.

Kondisi stunting atau gagal tumbuh tidak sepenuhnya disebabkan kurang gizi. Bahkan kekurangan makan, khususnya karbohidrat, bisa memicu pertumbuhan yang optimal. Hal ini terutama dihubungkan dengan fungsi growth hormone. Growth hormone atau hormon pertumbuhan memegang peranan penting dalam pencegahan stunting.

Sayangnya peran hormon pertumbuhan justru tidak pernah tercermin dalam kebijakan program pencegahan stunting. Selalu yang ditekankan adalah kecukupan gizi. Padahal pelepasan pertumbuhan justru tidak berhubungan langsung dengan kecukupan gizi.

Banyak faktor yang memengaruhi pelepasan hormon pertumbuhan. Bahkan faktor keseimbangan emosi justru lebih dominan. Seharusnya itu menjadi pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pencegahan stunting.

Stunting karena keliru pemberian gizi

Bahkan dalam masa pandemi terlihat sangat jelas. Stunting bukan karena kekurangan gizi. Bukan berarti faktor gizi tidak berperan dalam kejadian stunting. Namun yang terjadi bukan kekurangan gizi, melainkan kekeliruan pemberian gizi.

Hal ini sangat berpengaruh pada banyak hal. Akan dijelaskan di bawah, hubungan pemberian gizi yang tidak tepat dengan masalah-masalah yang timbul pada kehamilan.

Kekeliruan pemberian gizi mengakibatkan fungsi hormon pertumbuhan tidak berkembang. Alih-alih menurunkan kejadian stunting, pemberian bantuan gizi malah semakin memperburuk kondisi.

Umumnya bantuan itu berupa makanan tinggi kalori. Terutama berupa susu dan makanan kemasan. Semuanya tidak memperhitungkan peran hormon pertumbuhan. Hormon pertumbuhan tidak hanya penting bagi bayi tetapi juga pada proses kehamilan. Dengan memperhitungkan peran hormon pertumbuhan juga mencegah berbagai penyulit kehamilan.

Hormon pertumbuhan sangat dipengaruhi kerja hipotalamus. Selain itu juga kerja kelenjar hipofise secara keseluruhan.  Fungsi ini memengaruhi siklus sirkadian. Siklus sirkadian adalah jam tubuh rutinitas seseorang.

Pelepasan hormon pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan ibu hamil. Salah satu yang memengaruhi emosi adalah asupan gula. Hal yang sering dilalaikan ibu hamil.

Selain stres psikososial sehari-hari. Hormon pertumbuhan justru dilepaskan pada kondisi hipoglikemia. Artinya tubuh harus diberi kesempatan untuk mengalami hipoglikemia. Hipoglikemia ini tentu saja tidak terus menerus. Hipoglikemia menjelang waktu istirahat.

Artinya, kondisi ini berkaitan dengan pengaturan waktu makan. Sayangnya justru anjuran yang saat ini berlaku adalah makan yang sering dalam porsi kecil. Kondisi ini tentu saja akan mencegah kondisi hipoglikemia. Akibatnya hormon pertumbuhan tidak pernah terangsang untuk dilepaskan.

Makan porsi kecil juga rawan memicu stres. Makan porsi kecil terutama jika hanya dari sumber karbohidrat. Karbohidrat  akan cepat sekali dipergunakan oleh sel saraf. Akibatnya, saat insulin dilepaskan, glukosanya sudah digunakan oleh saraf. Akibatnya terjadi penurunan kadar glukosa.

Penurunan kadar glukosa ini akan cepat memicu stres. Kondisi stres ini akan memicu pelepasan glukagon untuk meningkatkan kadar glukosa. Glukagon memicu glukoneogenesis untuk menghasilkan glukosa, seingga kadar glukosa darah meningkat lagi.

Sayangnya karena tidak memicu pelepasan insulin glukosa ini hanya dapat digunakan jaringan saraf saja. Ini juga dapat memicu produksi dan pelepasan asetil kolin.

Akhirnya stres psikologis kembali meningkat. Kondisi awal glukoneogenesis didahului rasa lapar. Rasa lapar ini muncul akibat pemecahan lemak yang menghasilkan leptin. Leptin memberikan sinyal rasa lapar ke otak.

Jika asupannya tetap berupa biskuit, seperti anjuran saat ini, maka akan terus berulang proses di atas. Hasil akhirnya kondisi hiperglikemia. Hiperglikemia akibat glukoneogenesis berulang.

Hal ini akan menghalangi pelepasan hormon pertumbuhan. Hal ini juga mungkin mengakibatkan penyulit lain. Penyulit tersebut berupa diabetes dalam kehamilan atau diabetes gestasional.

Tingginya kadar glukosa darah memicu peningkatan tekanan osmotik. Peningkatan tekanan osmotik mengakibatkan perpindahan cairan intra vaskuler. Perpindahan ini akan memicu peningkatan tekanan hidrostatik.

Terjadi urinasi berlebihan yang dapat memicu penurunan volume cairan dalam pembuluh darah. Penurunan ini bisa memicu reaksi kompensasi pelepasan vasopresin. Vasopresin akan bekerja pada arteri dan arteri kecil, termasuk arteri umbilikalis.

Arteri umbilikalis memberikan nutrisi kepada janin. Akibat penyempitan arteri umbilikalis, janin mengalami stres akibat kekurangan nutrisi. Sebagai kompensasi, trofoblast yang berada dalam placenta akan tertanam semakin dalam pada dinding rahim.

Trofoblast berfungsi sebagai penghubung sistem sirkulasi ibu dan bayi. Kondisi ini akan mengakibatkan peradangan setempat pada dinding rahim. Peradangan ini akan melepaskan berbagai mediator peradangan.

Salah satu mediator peradangan yang tinggi konsentrasinya saat kehamilan adalah prostaglandin. Prostaglandin memang secara alami meningkat dan dibutuhkan dalam proses kontraksi rahim saat kelahiran.

Pelepasan prostaglandin akibat insersi trofoblast akan mengakibatkan pelebaran kapiler. Dengan kompensasi ini janin akan memperoleh tambahan suplai nutrisi. Sayangngnya tidak hanya kapiler dinding rahim tapi juga kapiler di organ lain.

Selain itu suplai nutrisi pun menjadi berlebihan. Akibatnya pertumbuhan janin jadi berlebihan. Dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi besar. Di ginjal mengakibatkan pelebaran kapiler glomerulus. Akibatnya molekul protein yang normalnya tidak dapat melewati kapiler, lolos.

Akibatnya terjadi proteinuri. Selain lolosnya protein juga mengakibatkan pelepasan cairan ke urine. Terjadi kembali kondisi hipovolemik yang kembali memicu pelepasan vasopresin. Kondisi ini juga disertai menurunnya tekanan osmotik darah akibat lolosnya protein.

Akibatnya tekanan darah meningkat. Juga terjadi udem ( bengkak) akibat perpindahan cairan dari pembuluh darah. Kondisi ini disebut preeklampsia. Jika disertai kejang menjadi eklampsia.

Ternyata akibat pemberian gizi yang tidak tepat, khususnya karbohidrat, menimbulkan banyak masalah. Bukan hanya stunting, juga penyulit kehamilan lain.

Sebaiknya kebijakan program pencegahan stunting juga mempertimbangkan hal ini. Bukan hanya kecukupan gizi tapi ketepatan pemberian. Jangan sampai pemberian bantuan, menimbulkan masalah baru kehamilan.

Edukasi tentang hormon pertumbuhan

Edukasi tentang peran hormon pertumbuhan jauh lebih penting dan efektif dalam mencegah stunting. Berikanlah porsi makan yang wajar pada ibu hamil. Batasi waktu makan dari waktu tidur setidaknya 4 jam. Hal ini agar tubuh mengalami kondisi hipoglikemia yang merangsang pelepasan hormon pertumbuhan.

Berikan situasi yang nyaman sebelum tidur. Agar tidak memunculkan stres yang juga menghambat pelepasan hormon pertumbuhan. Dengan cara ini, bukan hanya stunting dapat dicegah. Juga penyulit-penyulit lain dalam kehamilan. Ibu dan bayi sehat selamat. Keluarga kuat dan sejahtera.

Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat.

https://health.kompas.com/read/2022/08/19/090449568/stunting-bukan-hanya-karena-kurang-gizi

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke