Serangan berlanjut, meruntuhkan rasa percaya dirinya, menyebabkan frustrasi yang memperburuk kesehatan emosi dan sosialnya, dan akhirnya sangat berpengaruh terhadap capaian akademisnya.
Pelaku distereotipkan sebagai ”buruk”, ”anak nakal” dari keluarga berantakan. Namun, menurut Peter Sheras, banyak pelaku berasal dari keluarga ”baik-baik” yang menyalurkan kemarahannya karena berbagai hal terkait hubungannya dengan orangtua.
Persoalan bullying tidak sesederhana ”anak baik” versus ”anak buruk”. Ini merupakan masalah tingkah laku yang rumit, yang sering kali dorongannya tidak muncul hanya dari pelaku, tetapi juga dari korban dan pelaku secara bersama-sama.
Pada gilirannya, korban yang belajar dari pengalamannya di-bully juga dapat berubah menjadi pelaku.
Benih kekerasan
Meski hak anak mendapatkan rasa aman di lingkungan sekolah dijamin dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak ataupun dalam Konvensi Hak Anak yang sudah diratifikasi melalui Kepres 36 Tahun 1996, menurut Magdalena Sitorus, implementasinya masih jauh dari harapan.
”Bullying di sekolah merupakan embrio kekerasan di masyarakat,” ujar Diena, ”Namun, demi ’nama baik’, tak lebih dari 0,1 persen sekolah di Jakarta mengakui terjadinya bullying di lingkungan sekolahnya,” katanya.
Upaya mencegah bullying di sekolah, menurut Diena, harus dimulai dengan membentuk budaya sekolah yang beratmosfer ”belajar tanpa rasa takut” melalui pendidikan karakter, menciptakan kebijakan pencegahan bullying di masing-masing sekolah dengan melibatkan siswa, menciptakan sekolah model penerap sistem anti-bullying, serta membangun kesadaran tentang bullying dan pencegahannya kepada stakeholders sampai ke tingkat rumah tangga dan RT/RW.
”Learning Without Fear” diharapkan menjadi cara efektif untuk meningkatkan kesadaran anak terhadap masalah yang dihadapi, sekaligus membantu mereka menganalisis dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mengekspresikan masalah tersebut.
Sayangnya, pandangan tentang kekerasan di sekolah masih belum sama. Direktur Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan Nasional Mudjito mengatakan, ”Sejarah kekerasan sama panjangnya dengan sejarah manusia.” *
Maria Hartiningsih
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.