Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengompol yang Meresahkan

Kompas.com - 01/11/2011, 06:50 WIB

Namun, untuk orang dengan sumbatan, akibat gangguan prostat, misalnya, butuh tekanan di atas 50 cm agar urine keluar. ”Dalam kondisi ini biasanya kencing dengan mengejan,” kata Chaidir.

Mereka yang mengalami sumbatan saat berkemih jika tak segera ditangani berisiko merusak ginjal. Tekanan dalam kandung kemih ”kembali” ke ginjal karena urine tak keluar. Ujung-ujungnya ada gangguan ginjal.

Perempuan berisiko

Mengompol dan kencing berlebihan banyak menimpa perempuan. Harrina E Rahardjo, dokter spesialis pada Divisi Urologi FKUI, mengatakan, data International Inkontinensia Society menyebutkan, tahun 2008, 68 juta pria di dunia mengalami gangguan mengompol, sedangkan perempuan 250 juta. “Mereka memprediksi, tahun 2013 angkanya melonjak dua kali lipat karena kasus penyakit degeneratif, seperti stroke dan diabetes, meningkat,” kata dia.

Kenapa perempuan? Secara fisiologis proses berkemih pria dan wanita berbeda. Proses berkemih ditentukan kandung kencing, saluran di bawah kandung kencing, dan dasar panggul. Pada pria, proses kencing “ditahan” prostat dan otot polos. Pada perempuan, kemampuan menahan kemih hanya ditahan otot dasar panggul. Proses berkemih ini diatur saraf di otak. Sebab itu, pada pasien stroke yang sarafnya rusak akan mengalami gangguan berkemih berupa mengompol.

Kekurangan hormon estrogen juga memicu gangguan berkemih perempuan. Biasanya pada perempuan memasuki menopause. ”Estrogen berfungsi menjamin integritas anatomi dan saluran kelamin wanita. Begitu estrogennya turun, integritas jaringan-jaringan di saluran kemih berkurang. Karena itu, perempuan usia lanjut biasanya ’beser’ atau mudah ngompol,” kata Harrina.

Otot dasar panggul yang menahan berkemih pada perempuan juga bisa terganggu akibat melahirkan banyak anak. Rahim turun lalu menekan kandung kemih yang menyebabkan mengompol dan kencing berlebihan.

Pada beberapa kasus, baik pria maupun wanita mengalami gangguan pada kandung kemihnya. Kandung kemih yang berfungsi sebagai pompa bisa melemah saat memompa urine. Akibatnya, ketika berkemih, tak semua urine terbuang. Sisa inilah yang menyebabkan bolak-balik kencing.

Diagnosis

Untuk mendiagnosis gangguan berkemih secara tepat, butuh teknologi yang tepat pula. Teknologi mendiagnosis dengan uroflowmetri atau mengukur pancaran air seni butuh ketelitian dokter luar biasa dan pengertian pasien. ”Dokter bisa tertipu, mengira pancarannya normal karena saat berkemih pasien mengejan. Kebiasaan mengejan ini sudah bertahun-tahun sehingga susah dihilangkan,” kata Chaidir.

Teknologi paling tepat untuk mendiagnosis adalah urodinamik karena cara ini menghasilkan data obyektif. Pemeriksaan urodinamik dilakukan dengan memasukan selang ukuran 2 mm pada kandung kencing yang lalu dihubungkan ke komputer.

Selang lain dengan balon kecil yang bisa mengembang-mengempis dimasukkan ke dubur. Balon ini akan mendeteksi kalau pasien mengejan. ”Dengan urodinamika, kami mendapat gambaran jelas kondisi kandung kemih seperti apa,” kata Chaidir. Diagnosis tepat membantu dokter memutuskan, pasien cukup diobati atau harus dioperasi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau