"Misalnya saja untuk tindakan bypass jantung, dokter di AS bisa mengerjakan tindakan ini 10 kali sebulan, sementara dokter kami bisa melakukannya 4 kali dalam sehari," kata Lin.
Peng menambahkan, rata-rata dokter kanker di Guangzhou dapat melakukan tindakan lokal kemoterapi sampai 2.000 kali per tahun. "Jam terbang akan memengaruhi teknik dan akurasi pengobatan," katanya.
Dari segi biaya, metode minimal invasif memang lebih mahal dibandingkan dengan metode konvensional. Misalnya saja, untuk metode lokal kemoterapi diperlukan biaya sekitar 15.000 RMB (sekitar Rp 22 juta) belum termasuk biaya kamar dan obat. Kendati begitu, menurut beberapa pasien Indonesia yang ditemui Kompas.com di RS.Modern Guangzhou, biaya tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan berobat ke Singapura. Tak heran jika di rumah sakit yang banyak dikunjungi warga negara asing itu, 40 persen pasiennya adalah warga Indonesia.
"Saya sangat takut dengan kemoterapi konvensional atau pembedahan, makanya saya memilih berobat ke sini. Selain itu dari segi biaya termasuk ringan," kata Yati (71), pasien kanker payudara yang mengalami penyebaran sel kanker ke paru.
Meski metode minimal invasif cukup efektif melawan kanker, namun menurut Peng tidak semua jenis kanker dapat diobati dengan metode ini. "Untuk kanker leukimia harus kemoterapi konvensional. Tapi ada juga kanker yang memang harus dibedah. Semua tergantung jenis dan lokasi kankernya," katanya.
Pada praktiknya, terapi kanker adalah sebuah proyek sistematis yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan usia harapan hidup dan kualitas hidupnya. Dengan metode minimal invasif ini pasien bisa menjalani pengobatan dengan maksimal dengan efek samping minimal.
(Lusia Kus Anna dari Guangzhou China)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.