Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/08/2012, 15:23 WIB

KOMPAS.com - Pada beberapa keadaan di mana ibu tidak bisa menyusui bayinya, donor ASI merupakan alternatif untuk mendukung pemberian ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi. Namun upaya tersebut harus disikapi dengan bijaksana agar memberikan manfaat dan bukan sebaliknya.

Sikap hati-hati dalam mencari donor ASI itu, antara lain disebabkan karena di Indonesia belum ada Bank ASI yang melakukan skrining terhadap pendonor ASI. 

"Saya lihat di twitter, majalah, dan jejaring sosial lainnya, ada yang menawarkan donor ASI. Masyarakat harus  tahu bahwa ada beberapa penyakit yang bisa ditularkan melalui ASI," kata dr. Rosalina D.Roeslani, anggota satuan tugas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam acara seminar mengenai ASI di Jakarta, Rabu (1/8).

Rosi mengatakan, pemberian donor ASI tidak boleh dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan di bawah tangan antara ibu dan pendonor. Untuk memberikan donor ASI, seorang pendonor harus melalui beberapa tahap penapisan atau skrining.

Skrining dilakukan untuk menjamin agar bayi yang mendapat ASI donor tidak terpapar penyakit yang mungkin diderita oleh ibu donor. Pasalnya, ada beberapa penyakit yang ditularkan melalui ASI seperti, hepatitis B, hepatitis C, HIV dan Rubella.

"Jadi ada rambu-rambu yang harus kita ikuti. Kita tidak bisa merekomendasikan pemberian donor ASI yang tidak melalui skrining dan pasteurisasi," katanya.

Rosa menerangkan, ada beberapa tahapan skrining yang harus dilakukan jika seseorang ingin mendonorkan ASI. Tahap pertama adalah skrining lisan dan tulisan. Pada tahap ini donor akan menjalani menjawab pertanyaan tentang riwayat kesehatan secara detail.

Setelah melalui tahap pertama, donor ASI akan memasuki tahap dua yaitu pemeriksaan serologi (tes darah) untuk HIV-1 dan HIV-2, Hepatitis B, Hepatitis C, dan Sifilis. Setelah melalui tahapan penapisan, ASI harus diyakini bebas virus atau bakteri dengan cara pasteurisasi atau pemanasan.

"Jadi bukan donor ASI yang dihentikan, tapi prosesnya yang harus diatur," ujar Rosa.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau