Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/07/2013, 10:51 WIB
Kompasianer Dokter Andri Psikiater,
Asep Candra

Tim Redaksi


KOMPAS.com -
Saat berkesempatan menghadiri Neuroscience Meeting di Kobe minggu lalu, saya mendapatkan banyak hal yang menarik yang ingin saya sampaikan buat pembaca yang mungkin mengalami masalah dengan gangguan depresi atau gangguan kecemasan. Hal ini terutama terkait dengan pengobatan dengan menggunakan obat antidepresan yang merupakan terapi lini pertama baik untuk pasien depresi ataupun gangguan kecemasan.

Walaupun obat antidepresan bukanlah satu-satunya modalitas dalam terapi pasien, namun demikian, keuntungan berkenaan dengan penggunaan obat ini untuk pasien depresi dan kecemasan memang sudah dibuktikan oleh penelitian yang banyak dan mempunyai makna berbasis bukti (evidence based medicine).

Selayaknya, pada pasien dengan gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, pasien dengan gangguan cemas dan depresi juga perlu mendapatkan pengobatan segera dan dalam waktu yang pas. Hal ini sangat berguna untuk harapan kesembuhan yang lebih baik dan mencegah keberulangan.

Di bawah ini akan saya bahas sedikit mengenai kepentingan pengobatan dengan obat antidepresan untuk pasien dengan gangguan kecemasan atau depresi.

Segera lakukan dengan benar

Sebenarnya ketika pasien datang ke psikiater dengan keluhan psikologis ataupun fisik yang berkaitan dengan masalah kejiwaannya, ketidakseimbangan kalau tidak bisa dibilang kerusakan di otak sudah berlangsung jauh sebelum gejala itu timbul. Apa yang terjadi di otak pada pasien depresi dan cemas memang sangat kompleks.

Namun demikian, pada awal-awal terjadinya ketidakseimbangan di otak tersebut, setiap orang mempunyai daya tahan terhadap tekanan ataupun ketidakseimbangan di dalam otak yang mengalami masalah tersebut. Itulah yang membuat tidak semua orang yang mengalami ketidakseimbangan sistem di otak mereka akan berujung pada timbulnya gejala-gejala gangguan jiwa yang menetap.

Pada kesempatan berseminar di Manila tahun lalu, ketika itu saya mengikuti Institute of Brain Medicine course, salah satu pembicara Prof Brian E.Leonard seorang professor farmasi menegaskan hal di atas. Jadi, kalau kita menemukan pasien di klinik yang mengalami gejala-gejala gangguan kejiwaan, sebenarnya apa yang terjadi pada otaknya sudah jauh sebelum gejala-gejala itu muncul. Inilah yang membuat pengobatan untuk pasien tersebut harus dilakukan dengan benar dan segera!.

Obati dengan obat yang tepat

Pemilihan obat memang menjadi salah satu teknik terapi yang krusial dan unik. Pasien gangguan kejiwaan walaupun mungkin memiliki gejala yang sama namun respon terhadap pengobatannya sangat berbeda-beda. Ada masalah efek samping obat yang sering terjadi pada penggunaan obat yang mungkin tidak terjadi pada semua orang. Efek terapinya untuk masing-masing obat juga tidak sama. Ada yang cocok dengan obat yang satu ada juga yang tidak cocok dengan obat yang lain. Pemilihan ini sangat penting dengan tetap berpedoman pada petunjuk laksana atau guideline yang disepakati berdasarkan penelitian berbasis bukti.

Obat yang diberikan berdasarkan gejala dan diagnosis pasien haruslah memahami juga prinsip-prinsip pengobatan yang tepat termasuk di dalamnya interaksi obat dengan obat lain terutama jika pasien juga memakan obat lain sebelum berobat ke psikiater. Pencatatan obat apa saja yang digunakan adalah sangat penting sebagai sumber informasi yang tepat untuk memberikan obat yang tepat dan minimal interaksinya dengan obat lain.

Antidepresan yang saat ini paling banyak dipakai di dalam klinis memang kebanyakan dari golongan Serotonin dan Serotonin-Norepinephrine. Kandungan obat seperti Sertraline, Fluoxetine, Escitalopram, Duloxetine dan Venlafaxine adalah beberapa yang sering dipakai. Tiap obat memiliki khas sendiri walaupun tidak ada satupun penelitian yang mampu memberikan rekomendasi yang paling bagus di antara obat-obat tersebut. Dokter perlu memberikan obat dengan pertimbangan klinis dan didasari oleh penelitian berbasis bukti yang kuat. Beberapa obat lain seperti Agomelatine juga diberikan untuk pasien dengan kondisi yang biasanya berhubungan dengan masalah kesulitan tidur baik secara sendiri atau bersama dengan obat antidepresan lain.

Berapa lama waktunya?

Satu hal yang paling sering ditanyakan pasien adalah berapa lama ia harus makan obat. Banyak pasien merasa tidak nyaman dengan kenyataan harus makan obat setiap hari yang membuatnya merasa seperti orang penyakitan atau cacat. Padahal menurut kebanyakan mereka kondisi kejiwaan bukanlah penyakit. Hal ini perlu dijelaskan kembali.

Saya pernah menuliskan di blog saya (http://psikosomatik-omni.blogspot.com) tentang tahapan pengobatan di mana pasien harus mencapai respons pengobatan, hilangnya gejala dan kemudian lepas gejala tanpa obat sama sekali. Namun demikian, pada kasus yang ditemui di dalam klinik, kondisi ini dicapai dengan suatu teknik pengobatan yang cukup waktu dan benar obatnya.

Rentang waktu pengobatan antara 6-12 bulan sejak gejala membaik (hilang) adalah yang disarankan. Jadi bukan dari sejak awal memakan obat namun sejak gejala membaik. Pada beberapa kasus seperti kondisi yang berulang atau adanya masalah gangguan psikotik maka pengobatan pasien bisa berlangsung lebih lama. Pengobatan yang sesuai dan tepat bertujuan untuk mendapatkan hasil yang baik dan bukan untuk membuat seolah-olah pasien tergantung dengan obat yang diberikan.

Semoga apa yang saya tuliskan ini dapat bermanfaat untuk pembaca sekalian.

Salam Sehat Jiwa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau