Pasien gagal ginjal yang menjalani terapi dialisis terkadang mengalami infeksi dari kateter yang dimasukkan ke dalam tubuh mereka. Infeksi ini kemudian seringkali disembuhkan dengan antibiotik. Sementara itu, madu dengan kualitas "medical-grade" dinilai mampu menjadi salah satu alternatifnya.
Kendati demikian, sebuah studi baru yang dipublikasi dalam jurnal The Lancet Infectious Diseases menemukan, pengaplikasikan madu pada luka bekas kateter tidak lebih efektif daripada konsumsi antibiotik. Terutama jika digunakan pada pasien yang melakukan dialisis setiap hari melalui tabung di perut.
Ditambah lagi, menurut studi tersebut, banyak relawan yang berhenti di tengah-tengah studi lantaran merasa tidak nyaman dengan metode pengaplikasian madu.
Infeksi kateter bisa sangat berbahaya dan mengancam jiwa, sehingga penanganan atau pencegahan infeksi perlu dilakukan. Namun upaya menggunakan antibiotik juga bukannya tanpa risiko. Penggunaan dalam waktu lama bisa berakibat pada resistensi mikroba pada antibiotik.
Sementara itu, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa madu kualitas medical-grade, yang sudah melewati serangkaian proses sterilisasi, efektif melawan mikroba spektrum luas tanpa memiliki risiko resistensi di kemudian hari.
Dalam studi baru, para peneliti menemukan tidak ada perbedaan signifikan antara mereka yang setiap hari diberi madu kualitas pengobatan pada luka bekas kateter dengan mereka yang konsumsi antibiotik. Studi tersebut melibatkan 371 pasien dialisis yang dirawat di 26 rumah sakit di Australia dan Selandia Baru.
Waktu rata-rata infeksi pertama pada kelompok madu adalah 16 bulan, dan pada kelompok antibiotik 18 bulan. Pada pasien yang juga memiliki diabetes, waktu itu semakin singkat yaitu 11,6 bulan daripada kelompok antiobiotik.
"Saat madu disebut-sebut sebagai alternatif antibiotik masa depan, namun hingga saat ini kami masih menyarankan untuk tidak menggunakannya secara rutin sebagai pencegah infeksi," kata ketua tudi David Johnson, peneliti dari Australian Kidney Trials Network dan Princess Alexandra Hospital di Brisbane, Australia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.