KOMPAS.com - Bila bayi menangis dengan frekuensi yang lebih sering dari bayi-bayi lainnya, orangtua sebaiknya perlu lebih waspada, terlebih jika bayi tersebut merupakan bayi prematur. Pasalnya sebuah studi baru menemukan, bayi prematur yang menangis lebih banyak cenderung untuk mengalami permasalahan perilaku di usia prasekolah.
Para pakar berpendapat, alasan temuan ini belum pasti. Namun "intervensi" dalam menghentikan tangis bayi mungkin bisa menjadi pencegahan terjadinya hal tersebut.
Andrew Adesman, kepala kedokteran anak perkembangan dan perilaku di Steven & Alexandra Cohen Children's Medical Center di New Hyde Park mengatakan, orangtua dan dokter anak perlu memberi perhatian lebih pada tangis bayi yang berlebihan.
"Namun bukan berarti hal itu menjadikan bayi pasti akan berperilaku lebih baik di kemudian hari," ujar Adesman yang tidak terlibat dalam studi.
Dalam studi ini, pakar rehabilitasi medis Rikka Korja dan timnya dari Turku University Hospital di Finlandia melakukan analisa pada 180 bayi prematur yang dilahirkan di rumah sakit tersebut. Bayi-bayi tersebut lahir dengan berat badan rendah yaitu kurang dari 1.500 gram.
Orangtua bayi diminta membuat catatan harian seberapa sering dan lama bayi menangis setiap harinya. Kemudian, saat bayi berusia tiga atau empat tahun, mereka kembali ditanya soal kelakuan anak mereka yang negatif, seperti membangkang dan sulit bergaul dengan teman-temannya.
Secara keseluruhan, studi yang publikasi dalam jurnal Pediatrics tersebut menemukan, semakin sering bayi menangis setiap harinya, semakin besar kemungkinan mereka untuk mengalami gangguan perilaku di usia prasekolah. Hubungan ini khususnya kuat ketika para peneliti fokus terhadap tangisan bayi pada usia lima bulan.
Para peneliti mengatakan, di usia lima bulan, bayi dalam studi ini menangis lebih banyak, rata-rata selama lebih dari satu jam per har harinya. Dan ketika seorang bayi lebih banyak menangis di usia ini, risiko untuk mengalami gangguan perilaku di usia prasekolah lebih tinggi.
Namun kebanyakan pakar berpendapat, tangis yang sering dan panjang saat bayi tidak berarti menyebabkan gangguan perilaku di kemudian hari. "Kebanyakan anak di studi ini menangis dalam frekuensi yang normal," ujar Katherine Steingass dari Nationwide Children's Hospital di Columbus, Ohio, yang tidak terlibat dalam studi.
Sementara itu, menurut peneliti studi, adanya hubungan antara frekuensi dan lama menangis saat bayi dengan gangguan perilaku di kemudian hari mungkin disebabkan oleh kesulitan pengontrolan diri. Dan ketika bayi beranjak besar, mereka masih sulit untuk melakukan hal itu terhadap dirinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.