KOMPAS.com -Gim  tidak selalu berdampak negatif. Melalui gim, mahasiswa Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, mencoba membantu memperbaiki kualitas kesehatan. Gim AGTA, yaitu Application Game Therapy Attention Deficit Hyperactive Disorder, pun dibuat untuk membantu terapi bagi anak hiperaktif dan autis.

Permainan komputer yang dibuat oleh Hanas Subakti (angkatan 2009), Ika Kusumaning Putri (2009), dan Dwi Hardyanto (2011), serta dosen pembimbing Eriq Muhammad Adams Jonemaro itu menggunakan teknologi augmented virtuality (penggabungan realitas nyata dan virtual). Anak diajak masuk ke dalam gim.

Akan lebih menarik jika gim dimainkan di layar lebar. Dengan demikian, anak makin menikmati dan merasa terlibat dalam permainan.

AGTA adalah gim sederhana yang bisa dimainkan menggunakan laptop/personal computer dibantu Microsoft Kinect (Microsoft Visual Studio). Microsoft Visual Studio adalah kamera yang bisa menangkap gerakan manusia. Alat ini memungkinkan anak ”masuk” ke dalam gim buatan mahasiswa UB ini.

Gim AGTA terdiri dari tiga permainan, yaitu catch the jellyfish, falling party, dan go fishing. Pada catch the jellyfish, pemain harus menangkap ubur-ubur yang lewat hanya menggunakan tangan kanan. Pada falling party, pemain harus menggerakkan tangan kiri dan kanan untuk menangkap berbagai ikan yang jatuh dari atas. Pada gim terakhir, pemain harus memilih satu ikan yang warnanya sesuai dengan perintah sistem.

”Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) biasanya tidak dapat duduk diam dan fokus pada suatu hal meski dalam semenit. Dengan permainan ini, kami berusaha menahan si anak agar bisa fokus bermain gim lebih lama. Ini akan membantu anak autis dan hiperaktif untuk berkonsentrasi dan fokus beberapa saat,” kata Ika, salah seorang penyusun gim AGTA.

Gim AGTA bukan saja melatih perkembangan motorik, yakni memfokuskan tangan dan perhatian pada permainan, melainkan juga mengajari anak berpikir dan mengenal warna.

Untuk membuat gim komputer ini, tiga mahasiswa UB berkonsultasi dengan terapis ADHD serta mengujikan gim kepada beberapa anak autis dan hiperaktif.

Sejauh ini belum ada riset yang menghubungkan dampak gim AGTA pada anak ADHD secara langsung. Namun, minimal anak- anak bisa belajar memfokuskan perhatian dengan cara menyenangkan. ”Awalnya anak-anak ADHD hanya bisa bertahan bermain selama 40-60 detik. Namun, setelah lima kali pertemuan, anak-anak bisa bertahan bermain AGTA lebih dari 2 menit,” kata Hanas.
Menyenangkan

Bagi Ika, Hanas, dan Dwi, terapi fokus dan perhatian anak menggunakan AGTA ini lebih mudah, murah, dan lebih menyenangkan bagi anak. ”Selama ini terapi untuk anak ADHD adalah terapi konvensional yang kadang membosankan bagi anak, seperti memasukkan kacang ke dalam gelas. Atau, terapi dengan minum obat yang mungkin dalam jangka panjang berpengaruh pada tubuh anak. Namun, dengan terapi permainan, anak dibuat belajar memfokuskan perhatian secara menyenangkan dan tidak menyakiti si anak,” ujar Ika.

Untuk memainkan AGTA, orangtua bisa mendapatkan perangkat lunak gim dari Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (PTIIK) UB, menyiapkan laptop/PC, dan membeli Microsoft Kinect seharga Rp 1,5 juta.

Program buatan mahasiswa UB itu meraih medali emas dalam kategori gim di ajang kompetisi Gemastik 6, 7-9 Oktober 2013, di Bandung.

”Ini menunjukkan bahwa gim tidak selalu berkonotasi negatif atau bersifat rekreatif belaka. Namun, bisa juga menjadi media alternatif pendukung pendidikan dan kesehatan,” ujar Eriq Muhammad Adams Jonemaro, Kepala Laboratorium Game PTIIK yang menjadi dosen pembimbing tiga mahasiswa itu.

Gim AGTA nantinya oleh PTIIK akan diunggah di situ web kampus yang saat ini sedang dalam perbaikan dan bebas diunduh oleh masyarakat yang membutuhkan. Jika ingin lebih cepat mendapatkan perangkat lunak AGTA, peminat bisa menghubungi pihak PTIIK.

”Bagi para mahasiswa, tujuan riset adalah untuk membantu masyarakat. Jika untuk tujuan komersial, mungkin akan ada penyempurnaan atau kebijakan lain,” kata Eriq. (Dahlia Irawati)