Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Banyak Pasien JKN di Puskesmas Dirujuk ke Rumah Sakit?

Kompas.com - 27/02/2016, 10:15 WIB
KOMPAS.com - Walau pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan primer (puskesmas), tetapi ternyata tetap banyak pasien program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dirujuk ke tingkat pelayanan sekunder (rumah sakit).

Tingginya kasus rujukan itu mengakibatkan penumpukan pasien di rumah sakit. Pelayanan pun menjadi terganggu karena panjangnya antrean, sementara sumber daya manusia di rumah sakit terbatas.

Menurut Ketua Bidang Advokasi dan Monev Terapan JKN untuk Masyarakat dan Kesejahteraan Dokter Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prasetyo Widhi Buwono, idealnya 80 persen penyakit selesai di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), dan 20 persen di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL).

"Biaya kesehatan yang dihabiskan di FKTP dan FKRTL idealnya seimbang, masing-masing 50 persen. Namun, fakta menunjukkan bahwa angka rujukan tinggi. Ini diperlihatkan oleh tingginya biaya kesehatan di FKRTL (80 persen) dibandingkan di FKTP (20 persen)," katanya dalam jumpa pers evaluasi dua tahun pelaksanaan JKN, (26/2/2016), di Jakarta, seperti dikutip dari Harian Kompas (27/2/2016) .

Prasetyo mengungkapkan, tingginya kasus rujukan bukan semata-mata disebabkan kurangnya kompetensi dokter. Ada faktor lain yang ikut menyebabkan kasus rujukan tinggi, antara lain sebaran dokter yang belum merata dan kurangnya fasilitas kesehatna di FKTP.

"Penyebab tingginya angka rujukan bukan hanya kompetensi dokter, melainkan juga karena tidak tersedianya obat dan alat kesehatan yang memadai di FKTP, tidak sebandingnya jumlah dokter dengan pasien yang dilayani, serta kurangnya jumlah FKTP bagi peserta BPJS Kesehatan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com