JAKARTA, KOMPAS.com -Menangani kanker pada anak tak hanya bicara soal mengobati penyakitnya. Di samping itu, rumah sakit, dokter, hingga perawat harus memerhatikan sisi psikologi dan sosial untuk mendukung proses pengobatan berjalan optimal.
Dokter spesialis kanker anak di Rumah Sakit Dharmais, Edi Setiawan Tehuteru mengatakan, prinsipnya adalah membuat lingkungan bangsal yang bersahabat untuk anak dan keluarga.
Sebab, sebagian besar waktu anak pasien kanker dan juga keluarga yang menemani akan dihabiskan di rumah sakit selama bertahun-tahun, tergantung penyakitnya. Kanker darah atau leukemia misalnya, menurut Edi butuh waktu pengobatan sekitar dua tahun.
"Bagaimana kita mewujudkan bangsal bersahabat? Caranya, yaitu no pain, anak enggak boleh merasakan nyeri sedikitpun dan no scared, anak enggak boleh merasa takut, sama dokternya, sama perawatnya," jelas Edi di Jakarta, Kamis (16/6/2016).
Edi mengungkapkan, bangsal anak harus berada di satu lantai, termasuk ruangan dokternya. Ruang kelas 3 hingga VIP tidak dipisahkan dalam lantai yang berbeda. Hal ini agar sesama pasien bisa saling menguatkan, tak merasa sendirian, begitu pula dengan orangtua.
Nah, ruangan di bangsal pun bukan hanya kamar tidur, tetapi juga dilengkapi dengan ruangan bermain, belajar, hingga perpustakaan. Selain itu, juga ada ruangan keluarga.
Banyak kegiatan yang bisa dilakukan anak-anak pasien kanker, mulai dari bermain bersama, bernyanyi, hingga nonton film bioskop bersama.
"Terkena kanker bukan berarti harus tidur di tempat tidur saja. Mereka harus beraktivitas seperti anak lainnya. Sekalipun di rumah sakit, ya tetap bisa main, bisa sekolah. Anak-anak akan merasa rumah sakit itu rumah kedua mereka. Ini yang harus kita tanamkan," jelas Edi.
Ketika memasuki bangsal anak di RS Dharmais, nuansa rumah sakit yang biasanya serba berwarna putih pun dihilangkan. Dinding-dinding dicat warna-warna dan dengan gambar-gambar lucu. Bahkan, para dokter dan perawat pun tidak memakai baju putih yang biasa dikenakan sebagai seragam.
"Saya enggak pernah pakai jas dokter berwarna putih itu. Anak-anak enggak suka kalau lihat dokter pakai baju putih. Namanya white coat trauma," kata Edi.
Edi mengatakan, di RS Dharmais dibuat seperti keluarga dalam satu rumah. Para dokter dan perawat harus bersikap ramah pada semua pasien tanpa membedakan mereka kelas VIP atau kelas tiga. Menurut Edi, tenaga medis di rumah sakit memang sudah seharusnya bertugas untuk melayani sepenuh hati, bukan meminta dilayani.
"Saya selalu tekankan ke perawat jangan pernah marah sama pasien," kata dia.
Bahkan, anak-anak punya sebutan "Drakula" untuk tenaga medis dari patologi klinik yang rutin menyuntik anak-anak untuk melakukan pemeriksaan darah.
Cara ini berhasil membuat anak-anak tak takut ketika ingin disuntik. Tenaga medis juga didukung obat anestesi yang membuat anak-anak tak merasa sakit ketika diambil darahnya maupun sumsum tulang.
Memerhatikan aspek psikologi dan sosial pada pasien kanker anak sangat penting. Berdasarkan penelitian Wake Forest University, jika anak stres, maka kemoterapi yang mereka jalani tidak akan efektif.
Untuk itu menciptakan bangsal anak yang bersahabat, menjadikan anak penuh semangat dan tawa bahagia dapat membantu proses penyembuhan kanker.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.