SURABAYA, KOMPAS.com - Memperkuat rumah sakit rujukan di daerah serta fasilitas pelayanan primer menjadi fokus pemerintah saat ini agar peserta Jaminan Kesehatan Nasional terdistribusi di semua tingkat layanan kesehatan. Dengan demikian, nantinya tidak ada lagi penumpukan pasien di rumah sakit tingkat pusat.
Di seluruh Indonesia, kurang lebih terdapat 1.500 rumah sakit tipe C dan D. Sayangnya, sebagian besar rumah sakit rujukan tipe C dan D yang ada di daerah belum didukung dengan peralatan medis dan tenaga kesehatan yang memadai.
Menurut Adi Wirachjanto, Wakil Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada), idealnya rumah sakit tipe D memiliki 4 dokter spesialis, yaitu kebidanan dan kandungan, anak, bedah, serta penyakit dalam. Rumah sakit ini menampung rujukan yang berasal dari puskesmas.
Sementara itu, rumah sakit tipe C yang didirikan di setiap ibukota kabupaten, memiliki spesialisasi yang lebih luas lagi.
"Selain yang empat spesialis tadi, ditambah juga dengan spesialis penunjang di RS tipe C, misalnya THT atau mata," kata Adi dalam acara konferensi pers peluncuran kegiatan Inovasi Yang Peduli yang diadakan oleh GE Healthcare di Surabaya, Jawa Timur (29/7).
Adi menambahkan, rumah sakit tipe C dan D seharusnya juga memiliki keunggulan khusus dan peralatan lengkap agar bisa melakukan deteksi dini, terutama untuk penyakit tidak menular yang mendominasi pembiayaan JKN.
Penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, kanker, dan diabetes, membutuhkan perawatan jangka panjang dan berbiaya besar. Padahal, penyakit-penyakit tersebut bisa dideteksi dini sehingga perburukan penyakit dapat dicegah.
Haris Izmee, Country Head GE Healthcare Indonesia, mengatakan, GE global sejak tahun 2012 berkomitmen untuk ikut membangun sistem layanan kesehatan yang berkelanjutan di negara berkembang melalui inovasi teknologi medis yang terjangkau.
"Kami berinvestasi 6 miliar dollar Amerika secara global dan sudah menghasilkan 100 inovasi baru yang fokus untuk dipakai di daerah terpencil. Sembilan dari alat itu juga sudah masuk ke Indonesia," kata Haris dalam acara yang sama.
Ia mengatakan, alat-alat diagnostik tersebut merupakan alat deteksi dini. Jika nanti ditemukan ada kelainan baru pasien akan dirujuk ke rumah sakit tingkat selanjutnya.
"Alat-alat tersebut juga dipasarkan di Afrika, India, dan negara-negara ASEAN. Walau harganya terjangkau tapi teknologinya tetap sama dengan alat premium. Misalnya saja USG yang bisa dibawa-bawa, walau masih dua dimensi tetapi fitur-fiturnya cukup lengkap," paparnya.
Selain memperkenalkan inovasi teknologinya, dalam kegiatan Inovasi yang Peduli itu juga dilakukan seminar tentang manajemen layanan rumah sakit, tata kelola, kendali biaya dan mutu, serta pemanfaatan kesehatan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas manajemen rumah sakit.
Kegiatan itu juga diisi dengan diskusi klinis seputar kesehatan ibu dan kesehatan jantung di hari berikutnya bagi kalangan medis. Di hari ketiga, diadakan diskusi kesehatan bagi masyarakat awam serta pemeriksaan jantung dengan EKG secara gratis.
Kampanye Inovasi yang Peduli sudah dilakukan di Bandung, Jawa Barat pada Mei 2016 dan setelah Surabaya akan dilanjutkan ke Semarang, Jawa Tengah, serta Medan, Sumatera Utara.