Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Fase Depresi Pasca-kelahiran yang Bisa Memicu Ibu Mutilasi Bayinya

Kompas.com - 05/10/2016, 13:05 WIB
Lily Turangan,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wanita sangat rentan terhadap depresi dan kecemasan selama masa kehamilan dan periode pasca- kelahiran. Jika depresi atau kecemasan muncul ke permukaan, biasanya terjadi pada saat-saat tersebut.

Kecemasan dan gangguan emosi pasca-kelahiran ada beberapa jenis yang paling kita kenal adalah Baby Blues Syndrome. Kemudian ada juga postpartum depression (PPD) atau depresi pasca – kelahiran yang tingkatnya lebih berat dan Psikosis postpartum, yang lebih berat dari PPD.

Bagaimana membedakannya? Bagaimana Anda bisa tahu jika apa yang Anda alami adalah normal? Ada dua cara utama untuk membedakan Baby Blues dari PPD.

Pertama, baby blues adalah fase emosi yang dianggap normal. Di fase ini, para ibu merasa tidak baik secara emosi, tetapi kadarnya cukup ringan dan bersifat sementara.

Kebanyakan ibu, yaitu sekitar 50 sampai 80 persen, mengalami pasang surut emosi seperti menjadi cengeng, rentan, pelupa, dan stres, setelah bayi mereka lahir.

Biasanya, baby blues berlalu sekitar dua minggu setelah melahirkan. Jika baby blues berlangsung terus, bahkan jika gejalanya ringan, ini disebut depresi pasca - kelahiran.

Banyak wanita tidak sadar bahwa dia sebenarnya menderita depresi pasca - kelahiran, bukan baby blues lagi, akibat tidak tahu perbedaan antara keduanya.

"Dengan kata lain, depresi pasca - kelahiran adalah baby blues tingkat lanjut yang gejalanya lebih parah," kata Shoshana Bennet PhD, psikolog dari Mommy Mental Health.

 

Depresi pasca - kelahiran

Kedua, jika gejala yang terjadi cukup parah sehingga Anda tidak bisa menjalankan fungsi dan rutinitas dengan normal, bahkan jika gejala parah ini terjadi pada dua minggu pertama setelah melahirkan, itu bisa dianggap depresi pasca - kelahiran.

Ingat baik-baik, inilah gejala depresi: Anda kehilangan nafsu makan, sulit tidur di malam hari atau sebaliknya ada dorongan untuk tidur terus-menerus, putus asa, konsentrasi yang buruk, cemas, marah, sedih yang mendalam, merasa tidak berharga, letih dan lesu di hampir sebagian besar waktu, jangan menunggu. Carilah bantuan dengan segera.

Depresi pasca - kelahiran adalah salah satu dari enam gangguan emosi postpartum dan adalah yang paling umum terjadi. Depresi pasca - kelahiran memengaruhi sekitar 15 persen dari ibu pascamelahirkan, yaitu sekitar satu dari tujuh ibu di seluruh dunia.

Sampai saat ini, penyebab utama depresi pasca - kelahiran masih dianggap masalah hormonal. Pergeseran hormon memengaruhi neurotransmitter di otak yang salah satunya tugasnya adalah mengatur emosi manusia.

Ada juga faktor psikososial seperti terlalu lelah mengurus bayi baru, penyakit tertentu, dukungan keluarga dan suami yang kurang memadai, kesulitan keuangan, dan isolasi sosial yang negatif.

Semua itu dapat memengaruhi keadaan emosional wanita. Kurang tidur dan kurangnya nutrisi yang tepat bagi otak juga bisa berkontribusi (atau menyebabkan) depresi pasca -kelahiran.

Ada banyak alasan penting mengapa seorang ibu baru dengan depresi pasca - kelahiran harus menerima bantuan sesegera mungkin.

Jika ibu tetap tidak diobati, ada peningkatan risiko anaknya mengembangkan gangguan kejiwaan. Ibunya sendiri bisa mengalami depresi kronis yang akan memengaruhi relasi pernikahan dan relasi lainnya.

 

Psikosis post-partum

Postpartum psikosis (PPP) adalah penyakit mental parah yang dapat memengaruhi wanita setelah dia melahirkan.

Sederhananya, ini adalah depresi pasca – kelahiran atau PPD dalam bentuk yang lebih parah. Penderita psikosis post-partum kerap mengalami halusinasi dan delusi berpikir (gejala psikosis).

Postpartum psikosis diperkirakan memengaruhi sekitar satu per 1.000 wanita pascamelahirkan.

 

Apa saja gejalanya?

Kebanyakan wanita dengan psikosis postpartum akan mengalami episode psikosis (halusinasi dan delusi) segera setelah melahirkan, biasanya dalam periode dua minggu pertama.

Psikosis menyebabkan penderita memahami atau menafsirkan sesuatu, berbeda dari orang-orang di sekitar mereka.

Halusinasi - biasanya mendengar atau melihat hal-hal yang tidak ada; halusinasi yang umum adalah mendengar suara-suara.

Delusi - pikiran atau keyakinan yang tidak mungkin menjadi kenyataan (misalnya percaya Anda telah memenangkan lotre padahal tidak).

Kombinasi halusinasi dan delusi parah - dapat mengganggu persepsi penderita tentang dirinya, caranya berpikir, emosi dan perilakunya.

Mengenai halusinasi dan delusi ini, tentu Anda sudah sering mendengar kasusnya. Salah satunya seperti yang dialami seorang ibu muda yang kedapatan memutilasi anak laki-lakinya yang berusia setahun baru-baru ini. Ia mengaku mendengar suara-suara, sebelum akhirnya membunuh bayinya sendiri.

Tidak bermaksud menakut-nakuti, tapi itu bukan kejadian yang pertama. Bulan Mei 1990, Maria Ayanna menggorok leher keempat anaknya yang berumur 3 sampai 11 tahun dengan menggunakan pisau dapur.

Bulan Mei 2001, Andra Yates menenggalamkan kelima anaknya di bath tub hingga tewas. Yates didiagnosa menderita depresi berat pasca melahirkan.

 

Halaman:
Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau