KOMPAS.com - Ada banyak manfaat penggunaan pil kontrasepsi. Mulai dari menstruasi lebih ringan, jerawat lebih terkontrol, kram lebih sedikit dan tentu saja perlindungan dari kehamilan tak diinginkan. Studi baru menemukan ada juga risiko tak mengenakkan dari kontrasepsi jenis ini : depresi.
Studi baru itu diterbitkan di jurnal JAMA Psychiatry. Para ahli sudah mengetahui pil kontrasepsi membawa risiko seperti pembekuan darah. Tetapi relasi antara depresi dan pil KB itu masih belum dimengerti.
Ilmuwan berpendapat hormon progesteron yang ada pada pil KB dalam bentuk progestin berperan dalam menyebabkan depresi. Riset sebelumnya menemukan ada kaitan antara keduanya tetapi informasi itu berhenti di situ saja.
Untuk informasi, pil KB ada yang berisi estrogen dan progestin. Pil ini disebut pil kombinasi. Ada pula pil yang hanya berisi progestin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan secara pasti jenis kontrasepsi yang berisiko tertinggi dan seberapa besar risikonya.
Setelah evaluasi komprehensif data Danish National Prescription Resgister dari wanita yang mengonsumsi pil KB tanpa diagnosis depresi sebelumnya atau menggunakan antidepresan, tim peneliti menyimpulkan penggunaan segala jenis kontrasepsi hormonal berhubungan secara positif dengan penggunaan antidepresan dan diagnosis depresi.
Dr Øjvind Lidegaard, salah satu peneliti dan profesor University of Copenhagen, Denmark menjelaskan ada perbedaan kecil dalam risiko antara jenis-jenis pil itu tetapi, patch dan vaginal ring berisiko lebih tinggi dari pil kombinasi.
Periset menemukan wanita usia 20 sampai 34 antara 1,23 dan 1,34 kali berisiko lebih tinggi (bergantung jenis kontrasepsi yang dipakai) membutuhkan antidepresan pertama kali setelah memakai kontrasepsi.
Jumlah wanita usia 15 sampai 19 tahun bahkan lebih tinggi. Perempuan muda ini antara 1,8 dan 2,2 kali cenderung memerlukan antidepresan pertama kalinya. Mereka yang menggunakan kontrasepsi nonoral hormonal (seperti vaginal ring atau patch) cenderung tiga kali berisiko.
Penemuan yang menyangkut remaja putri ini sangat memprihatinkan, mengingat kehamilan tak diinginkan remaja menurun banyak setelah di negara-negara barat dipromosikan kontrasepsi hormonal seperti UID dan implan.
Untungnya, jenis kontrasepsi ini ada di ujung bawah spektrum risiko menurut studi ini. Tetapi risiko depresi berkaitan dengan hormon terhadap wanita muda menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Karena ilmuwan belum tahu mengapa progestin menyebabkan depresi, Lidegaard mengatakan dokter sebaiknya lebih selektif dalam meresepkan pil-pil kontrasepsi itu. Misalnya, mereka yang mengalami depresi sebaiknya dipilihkan jenis kontrasepsi lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.