KOMPAS.com - Kasus campak pada anak masih jadi tantangan global, meski ada kemajuan dalam pengendalian penyakit ini melalui vaksinasi. Namun, campak belum sepenuhnya terkendali, bahkan dalam beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus kembali.
Wabah campak beberapa tahun terakhir ditemukan di beberapa negara berkembang seperti Afrika dan Asia, bahkan juga di negara maju.
Di tengah lonjakan kasus campak global, penelitian baru menunjukkan bahwa kekurangan gizi dapat memperburuk wabah di daerah yang memiliki kerawanan pangan.
Sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 600 anak yang divaksinasi lengkap di Afrika Selatan menemukan, anak yang kekurangan gizi memiliki tingkat antibodi yang jauh lebih rendah terhadap campak.
Peneliti dari McGill University, UC Berkeley School of Public Health, dan University of Pretoria melacak pertumbuhan anak-anak dari waktu ke waktu sebagai indikator kekurangan gizi dan mengukur kadar antibodi mereka melalui tes darah.
Anak-anak yang mengalami hambatan pertumbuhan pada usia tiga tahun rata-rata kadar antibodi campaknya 24 persen lebih rendah pada usia lima tahun dibandingkan dengan teman sebayanya yang berat badannya normal.
Baca juga: 5 Perbedaan Cacar Monyet, Cacar Air, dan Campak menurut Dokter
Hasil penelitian yang dimuat di jurnal Vaccine itu menyebutkan, kekurangan gizi juga memengaruhi durasi perlindungan vaksin. Dengan kata lain, meski sudah divaksin tapi anak yang kurang gizi memiliki perlindungan lebih rendah pada penyakit.
Campak sangat menular
Campak adalah infeksi virus yang sangat menular yang menyebabkan gejala seperti ruam, demam, dan batuk, serta dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama pada bayi dan balita.
Penyakit ini menjadi ancaman di wilayah yang pernah berhasil mengendalikannya, termasuk Kanada, yang pada tahun 2024 melaporkan jumlah kasus tertinggi dalam hampir satu dekade.
"Kasus campak global turun dari tahun 2000 hingga 2016, tetapi trennya berbalik pada tahun 2018, yang sebagian disebabkan oleh kurangnya vaksinasi dan dampak pandemi. Campak kini kembali mewabah di banyak bagian dunia meskipun dapat dicegah dengan vaksinasi dan kekebalan yang memadai," kata salah satu penulis Brian Ward, Profesor di Fakultas Kedokteran McGill.
Peneliti utama Brenda Eskenzazi dari Universitas California, Berkeley, mengatakan, vaksinasi untuk anak-anak menjadi sangat penting saat ini untuk memastikan mereka terlindungi.
"Terutama saat ini di mana penyakit lebih mudah menyebar karena perubahan iklim," ujarnya.
Sekitar 22 persen anak berusia di bawah lima tahun di dunia saat ini mengalami stunting, dengan angka tertinggi di Asia dan Sub Sahara Afrika.
Baca juga: Bukan Hanya Masalah Gizi, Infeksi Berulang Juga Picu Stunting
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.