Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Seandainya Saya Tidak Mengonsumsi ARV, Saya Pasti Sudah Meninggal"

Kompas.com - 01/12/2015, 09:00 WIB
Kisah dalam tulisan adalah tentang Meri, Orang dengan HIV/AIDS dari Papua yang didokumentasikan dalam projek Saya Positif oleh Andri Tambunan.

Ketika saya sakit, saya bahkan tidak mampu berjalan.  Saat itu saya sangat kurus dengan berat badan hanya 36kg.  Perawat menyampaikan informasi pada saya bahwa saya menderita penyakit serius dan dia bertanya apakah saya sudah siap menerima hasil tes darah.  Saya langsung menangis begitu mengetahui bahwa saya positif HIV.

Saya kembali ke desa, saya tidak mengatakan apapun kepada keluarga tentang status kondisi saya, tidak juga ke orang tua.  Saya takut menceritakannya kepada mereka karena saya berpikir mereka akan sangat marah dan mengusir saya keluar rumah. 

Pada akhirnya saya pun melepaskan beban itu dengan menyampaikan secara jujur kepada bapak saya bahwa saya telah didiagnosa tertular virus HIV.  Bapak saya menangis ketika mendengar hal itu.  Air mata saya juga mengalir di wajah saya dan kami berdua sama-sama menangis.

Bapak lalu menghibur saya dan mengatakan kepada saya untuk bersabar dan terus berdoa.  Tapi sayangnya mama menolak saya.  Di hari berikutnya, mama memisahkan mangkuk dan piring yang biasanya saya gunkan.  Ia bahkan melarang saya untuk berbagi makanan dengan adik saya yang paling kecil. “Jangan membagi makanan kamu,” begitu katanya.

Saya pergi ke rumah sakit dan seorang perawat menghibur saya, ia mengatakan kalau saya tidak perlu takut karena saat ini ada ARV (obat Antiretroviral) untuk mengobati penyakit HIV. 

Awalnya saya mengalami sedikit pusing dan mual ketika pertama kali mengkonsumsi ARV.  Kata perawat, itu adalah gejala-gejala yang normal dan nantinya akan hilang setelah dua minggu. 

Sampai saat ini saya sudah mengkonsumsi ARV selama lima tahun.  Saya sehat dan mampu melakukan bekerja seperti layaknya orang-orang yang tidak terkena HIV karena ARV memperlambat pertumbuhan virus HIV yang ada di dalam tubuh saya.

Tujuan hidup saya adalah menjadi mandiri dan bekerja untuk menghidupi keluarga saya.  Setiap hari saya selalu bangun pukul 6 pagi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.  Untuk mendapatkan uang, saya berjualan daging di pasar setempat.

Saya juga mengambil kursus pelajaran komputer karena saya sangat ingin belajar. Tidak ada siapapun yang memaksa saya melakukan ini semua tapi karena saya ingin menjadi seorang yang mandiri.

Ada banyak teman-teman yang hidup dengan HIV dan mengalami penolakan dari keluarganya.  Kita seharusnya tidak boleh menolak mereka tapi sebaliknya kita harus mendukung dan menyemangati mereka untuk mampu berdiri di atas kaki mereka sendiri. 

Untuk seluruh teman-teman saya yang hidup dengan HIV, tolong untuk terus mengkonsumsi obat ARV secara rutin agar tetap sehat dan termotivasi seperti saya.

Saya Positif memuat tujuh profil individu-individu dengan HIV positif.  Namun, bertentangan stereotipe negatif, ketujuh profil ini justru menampilkan sisi yang sebaliknya; mereka kuat, sehat, produktif, tangguh, dan penuh akan harapan.

Mereka adalah sosok para orangtua yang penuh pengabdian, seorang anak laki-laki dan anak perempuan yang penuh kasih, anggota masyarakat yang memiliki peran serta kontribusi untuk keluarga dan komunitas.  

Kesaksian dan testimoni mereka tidak hanya menjadi sumber inspirasi tapi juga bukti nyata akan pentingnya melawan kesalahpahaman yang selama ini berada di tengah masyarakat yang membantu melawan stigma dan diskriminasi di Tanah Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau