Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/08/2012, 12:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Diterbitkannya Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012 tentang ASI Eksklusif belum sepenuhnya memberikan jaminan bagi ibu bekerja mendapatkan hak-haknya untuk bisa memberikan ASI Eksklusif. Untuk mengawasi agar peraturan itu bisa berjalan, pemerintah diminta membentuk suatu badan independen sehingga segala aturan yang tertuang dalam peraturan itu bisa terlaksana.

"Mungkin contohnya KPK ASI. Badan ini nanti bertugas untuk mengawasi segala macam pelaksanaan perundang-undangan tentang ASI serta untuk memastikan diterapkannya sanksi hukum bagi pelanggaran atas pasal-pasal dalam PP ASI," ujar Mia Sutanto, selaku Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), saat acara media gathering, Kamis, (2/8/2012).

Mia mengatakan, kalau masyarakat bisa secara aktif melakukan pengawasan dan memfasilitasi pemberian sanksi, badan itu sebetulnya tidak diperlukan. Tapi kenyataannya, pekerja selalu dalam posisi/keadaan tidak seimbang dengan pemberi kerja, sehingga selalu ada kekhawatiran untuk menuntut haknya.

"Sekarang kita lihat, banyak sekali peraturan di Indonesia yang hanya menjadi macan ompong, karena memang tidak bisa dilaksanakan dan diterapkan sanksinya. Ini yang kami khawatirkan terjadi," jelasnya.

Sebagai contoh, Mia memaparkan hasil penelitian yang dilakukan AIMI dan Save the Children, terkait implementasi kebijakan menyusui di kabupaten-kabupaten binaan Save the Children Aceh, Jawa Barat dan NTT (November 2011). Penelitian ini melibatkan sejumlah perkantoran pemerintah dan swata di Kabupaten Bekasi, Kerawang, Padalarang, Bireun, Bener Meriah, dan Kupang.

Hasil temuan menunjukkan, dari 37 perkantoran pemerintah hanya 4 perkantoran pemerintah yang mempunyai ruang khusus menyusui. Sedangkan dari 18 perkantoran swasta hanya 2 perkantoran swasta yang sudah memiliki ruangan khusus menyusui. Sementara itu, dari 37 perkantoran pemerintah hanya 1 perkantoran pemerintah yang memiliki kebijakan tertulis mengenai pengadaan ruang menyusui/memerah ASI. Dan dari 18 perkantoran swasta tidak ada satu pun yang memiliki kebijakan tertulis mengenai pengadaan ruang menyusui/memerah ASI.

"Keluarnya PP No 33 tahun 2012 tentang ASI ini sudah lumayan mengakomodir semua hak-hak ibu menyusui. Tapi kalau sampai ketentuan-ketentuan dalam PP ini tidak dilaksanakan sama saja bohong, kita kembali dari nol," tegasnya.

Dr. Utami Roesli, SpA, IBCLC, Ketua Umum Sentra Laktasi Indonesia mengatakan, sudah membicarakan tentang usulan pembentukan badan independen "KPK ASI" kepada pihak Kementerian Kesehatan. Ia berharap dengan dibentuknya badan ini, segala hak-hak ibu bekerja bisa terpenuhi.

"Saya kebetulan sudah bertemu Pak Minarto (Direktur Bina Gizi Kemenkes). Respon dari beliau cukup bagus. Badan ini tidak bisa dibayar dan dibeli. Ini sangat mendesak karena sebetulnya untuk anak-anak bangsa," tutupnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau