JAKARTA, KOMPAS.com - Meningkatnya jumlah kasus tindak kejahatan seksual akhir-akhir ini memang mengundang keprihatinan. Ironisnya, tidak semua kasus kejahatan seksual berhasil dibawa ke pengadilan karena minimnya alat bukti. Seringkali terjadi, barang bukti hilang karena korban datang terlambat atau pun faktor kelalaian tenaga medis saat melakukan pemeriksaan.
Pakar kedokteran forensik dr. Slamet Poernomo SpF menyatakan, pada kasus-kasus menyangkut tubuh manusia khususnya kejahatan susila (perkosaan), proses pencarian, pengumpulan dan pemeriksaan barang bukti menjadi sangat penting.
"Satu-satunya yang bisa membantu membuat terang perkara kejahatan seksual adalah kita (dokter forensik) yang memeriksa korban pertama kali," ucap Slamet saat acara seminar Peran Kedokteran Forensik dalam Sistem Peradilan, di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba Jakarta Selasa, (15/5/2012).
Pengetahuan mengenai barang bukti biologis, baik pencarian, pengamanan, pemeriksaan, maupun analisa sangat penting diketahui oleh setiap dokter. Pasalnya, kesalahan dalam pengumpulan dan pengamanan akan merusak temuan tersebut mengingat temuan biologis akan mudah rusak atau mengalami degradasi.
"Ini yang harus kita perhatikan dengan baik. Sampai saat ini kami banyak sekali menerima kasus-kasus kejahatan seksual yang tidak dapat diteruskan oleh pihak penyidik karena bukti-buktinya tidak ada," katanya.
Barang bukti pada tubuh korban
Pada kasus perkosaan, barang bukti banyak ditemukan pada tubuh korban (tubuh bagian luar dan dalam) atau pakaian. Hal itu disebabkan karena ketika tindak kejahatan seksual terjadi, persinggungan antara pelaku dan korban tidak dapat terelakan, sehingga pasti banyak sekali yang ada di tubuh si pelaku berada di tubuh korban, begitu pula sebaliknya.
Oleh karena itu, pencarian dan pengumpulan barang bukti khususnya darah, sperma dan rambut kemaluan menjadi sangat penting. Adanya barang bukti ini dapat menentukan terjadinya perkosaan selain juga mencari tahu pelaku perkosaan. Namun kendalanya, barang bukti tersebut mudah hilang apabila korban terlambat datang atau sudah mandi.
"Mereka (korban) selalu datang lebih dari dua hari. Kebanyakan di antara mereka mengalami dilematis (ragu-ragu untuk melapor). Padahal pada bagian tubuh korban banyak sekali bukti-bukti dari si pelaku," jelasnya.
Meski begitu, terkadang kelalaian juga sering sekali dilakukan oleh dokter pemeriksa. Oleh karena itu, pencarian harus ekstra hati-hati. Ada beberapa teknik khusus yang harus diperhatikan oleh setiap dokter yang memeriksa korban perkosaan antara lain :
Pertama, korban harus membuka pakaian di atas alas/kertas yang lebar sehingga barang bukti yang jatuh bisa tertampung pada alas tersebut. Kedua, untuk pengambilan barang bukti yang berada di dalam tubuh, misalnya liang vagina, maka digunakan cotton bud/swab. Demikian pula pada rongga anus maupun mulut (ada KIT khusus untuk pengambilan barang bukti). Ketiga, untuk darah dan sperma yang masih basah dapat diambil dengan pipet atau kassa steril, sedangkan yang kering dapat digunakan pincet atau dikerok.