Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/07/2012, 13:15 WIB

Kompas.com - Jika dulu imunisasi dipercaya akan mencegah anak terkena penyakit infeksi yang bisa menyebabkan cacat dan kematian, kini banyak orangtua menghindarinya dengan alasan imunisasi tidak aman.

Pendapat yang mengatakan bahwa imunisasi berbahaya kebanyakan dimuat pada buku, tabloid, atau milis yang umumnya dikutip dari artikel yang ditulis oleh psikolog, kolumnis, atau ahli herbal.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr.Badriul Hegar, Sp.A (K), mengungkapkan bahwa penyebaran informasi yang keliru mengenai imunisasi itu telah menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan ketidaknyamanan praktisi kesehatan dalam melaksanakan tugasnya.

"Mengapa harus menghalang-halangi program imunisasi, karena itu sama saja dengan menempatkan anak pada lingkungan yang mengancam nyawa," katanya dalam acara media edukasi Simposium Imunisasi IDAI ke-3 di Jakarta beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan, masih banyak anak-anak di Indonesia yang meninggal karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi. "Pandangan keliru tentang imunisasi akan mengganggu kemajuan program imunisasi di Indonesia," tandasnya.

Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr.Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K), menambahkan, cakupan imunisasi yang masih rendah di Indonesia berpotensi menyebabkan anak terkena wabah penyakit yang bisa menyebabkan cacat bahkan kematian.

"Di Indonesia program imunisasi sudah dicanangkan sejak puluhan tahun lalu tapi sampai saat ini kita masih terus bekerja keras memberi pemahaman pada masyarakat akan manfaat imunisasi," kata Sri Rezeki, yang juga menjabat sebagai ketua satgas imunisasi IDAI ini.

Beberapa pemikiran keliru yang banyak beredar di Indonesia antara lain isu kehalalan vaksin, efek samping yang mengandung zat berbahaya, sampai isu konspirasi dari negara barat untuk meracuni penduduk negara berkembang.

Menurut dr.Sri, sejatinya masyarakat tidak perlu ragu akan keamanan dan manfaat imunisasi. Saat ini 194 negara di seluruh dunia melaksanakan dan menyatakan bahwa imunisasi aman dan bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, bahkan kematian pada bayi dan anak-anak.

Efek samping akibat imunisasi yang disebut juga dengan KIPI atau kejadian ikutan pasca imunisasi, papar dr.Sri, sebenarnya ringan, misalnya saja bekas kemerahan, gatal, atau demam ringan.

"Ibu-ibu jangan takut pada KIPI karena yang seharusnya ditakuti adalah penyakitnya jika anak tidak diimunisasi," imbuhnya.

Sementara itu isu bahwa imunisasi menyebabkan autisme juga ditolak para dokter. Isu bahwa vaksin MMR menyebabkan autisme pertama kali dicetuskan oleh Wakefield, dokter di Inggris. Akan tetapi pada tahun 2011, tim penelitian di Inggris berhasil membuktikan bahwa Wakefield memalsukan data. Beberapa riset juga menunjukkan tidak ada kaitan antara autisme dengan imunisasi.

Beberapa kejadian wabah di Indonesia seharusnya cukup memberi pelajaran kepada orangtua akan bahaya jika anak tidak dilindungi vaksin.

"Kita tidak boleh gagal dalam program imunisasi karena biayanya dan efeknya luar biasa pada kualitas generasi mendatang. Lagi pula, uang rakyat juga yang akan terpakai untuk membiayai akibat dari wabah itu," kata dr.Hanifah Oswari, Sp.A (K), dalam kesempatan sama.

Sementara itu mengenai isu kehalanan vaksin, Aminudin Yakub, Ketua Fatwa Majelis Ulama Indonesia, mengatakan bahwa imunisasi dalam sudut pandang Islam pada dasarnya diperbolehkan, bahkan dianjurkan untuk mencegah penyakit.

"Memang ada ketidaktepatan dalam menggunakan dalil-dalil Islam sehingga pengobatan cara Nabi dianggap holistik untuk menyembuhkan penyakit dan menolak cara medis ilmiah," kata Aminudin.

Dia mengatakan vaksin yang dipakai dalam program imunisasi nasional aman dan telah mendapatkan izin MUI.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau