Jakarta, Kompas - Buruknya kondisi lingkungan akibat hujan dan banjir meningkatkan risiko kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak dan orang lanjut usia. Turunnya daya tahan tubuh akibat perubahan pola hidup dan stres bisa memicu munculnya berbagai penyakit fisik dan psikis.
Selama banjir, banyak sumber air bersih masyarakat, khususnya dari sumur dangkal, terendam dan tercemar. Ketersediaan air bersih di pengungsian umumnya terbatas. Karena itu, penyediaan air bersih mutlak diperlukan.
”Air bersih tak hanya diperlukan untuk minum, tetapi juga untuk membersihkan diri, seperti mandi dan cuci tangan,” kata Guru Besar Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Azrul Azwar, di Jakarta, Kamis (17/1).
Penggunaan air yang tercemar bisa memicu diare, muntaber, dan gatal-gatal. Di pengungsian, penyakit ini mudah dan cepat menular akibat lingkungan pengungsian yang serba terbatas.
Penyakit lain yang rentan menyerang adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan, ISPA dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau mikroba. Gejalanya berupa batuk dan demam. ISPA berat dapat disertai sesak napas dan nyeri dada.
”Berkumpulnya banyak orang, seperti di pengungsian, membuat ISPA mudah menular,” ujarnya.
Penyakit leptospirosis yang ditularkan bakteri leptospira juga bisa muncul. Di Indonesia, penyakit ini umumnya ditularkan melalui kotoran dan kencing tikus yang bercampur air banjir. Bakteri leptospira bisa masuk ke tubuh manusia melalui luka.
”Hindari bermain air banjir, khususnya jika ada luka. Jika harus beraktivitas di banjir, gunakan pelindung,” kata Tjandra.
Potensi penyakit lain yang bisa muncul dan menular adalah demam berdarah, demam tifoid akibat makanan yang tak bersih, serta gangguan infeksi kulit.
Kelompok rentan
Dalam setiap bencana, anak- anak dan orang lanjut usia adalah kelompok paling rentan terkena dampak. Kondisi pengungsian yang penuh sesak, lembab, dan bising membuat anak-anak tidak nyaman dan mudah terserang penyakit.
”Jangankan anak-anak, orang dewasa pun rentan terserang penyakit akibat kondisi pengungsian yang serba tidak nyaman,” kata dosen Ilmu Kesehatan Anak FKUI yang juga mantan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Sukman T Putra.
Rewel adalah respons anak menghadapi ketidaknyamanan. ”Penting menjaga agar anak-anak tetap nyaman dan tidak stres meski berada dalam kondisi lingkungan yang tak nyaman,” katanya. Salah satunya dengan menjamin kecukupan makanan dan minuman untuk anak.
Azrul menambahkan, stres bisa menyerang siapa pun, termasuk mereka yang tidak kebanjiran tapi terganggu aktivitasnya atau terjebak kemacetan. Stres bisa memicu makin turunnya daya tahan tubuh.
Pada orang dewasa, stres dapat diatasi dengan penyesuaian diri dengan kondisi yang ada. Adapun untuk anak, stres dapat dikurangi dengan mengajak anak bermain.
”Stres bisa memicu gangguan fisik dan mental,” kata anggota Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Siti Setiati.
Di pengungsian, stres pada orang lanjut usia bisa membuat tekanan darah tak terkendali hingga memicu gangguan jantung dan stroke. Kondisi itu diperparah dengan konsumsi air yang berkurang hingga memicu dehidrasi.
Setiati mengingatkan pentingnya menjaga orang lanjut usia yang tinggal di pengungsian, khususnya mereka yang memiliki penyakit degeneratif, seperti tekanan darah tinggi, jantung, diabetes, atau rematik. Stres, lingkungan fisik yang tak terkontrol dan berubah tiba-tiba bisa membuat perburukan penyakit apa pun yang diderita. Makanan yang cukup dan menjaga mereka tetap hangat dapat membantu mempertahankan daya tahan tubuh.
”Obat-obatan yang harus mereka minum secara teratur perlu dikontrol,” ujarnya. (MZW)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.