Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/04/2013, 21:33 WIB

KOMPAS.com  -  Penderita diabetes sebaiknya mewaspadai depresi. Pasalnya, mereka yang memiliki penyakit gula sangat rentan terhadap gangguan kesehatan jiwa ini.

Menurut dr. Andri Sp.KJ, psikiater dari RS Omni Alam Sutra Tangerang, walaupun tak memiliki hubungan kausalitas, diabetes menjadi penyakit endokrin yang paling sering dihubungkan dengan depresi. Angka kejadian depresi pada pasien diabetes mellitus mencapai sekitar 18-31 persen. Sementara penderita depresi pada populasi normal berkisar 11-15 persen.

Pada Pekan Ilmiah Dokter 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida),  di Jakarta,Minggu (7/4/2013), Andri menjelaskan, penyakit diabetes dapat mempengaruhi keseimbangan sistem monoamine di otak. Ini adalah suatu sistem yang mengatur kerja neurotransmitter di otak yang bernama bopamin, serotonin dan norephinephrine. 

Ketidakseimbangan serotonin dalam otak inilah yang dapat membuat  pasien diabetes menjadi sangat rentan terhadap depresi. Mereka yang cenderung  lebih rentan terkena depresi adalah penderita diabetes tipe 1, yang tubuhnya tidak bisa lagi memproduksi insulin.

"Peluang pasien diabetes menderita depresi menjadi lebih besar. Namun, hal ini juga berhubungan dengan kondisi psikososial penderita," katanya.

Semakin mantap kondisi mental penderita diabetes, kata Andri, kecil kemungkinan dia terkena depresi. Pasien yang sudah menderita diabetes sejak usia kanak-kanak mungkin lebih tahan depresi dibandingkan dewasa. Hal ini dikarenakan penderita sudah terbiasa dan menerima kenyataan dirinya menderita diabetes sejak kecil. Sementara pada sebagian orang dewasa proses adaptasi berjalan lambat.

Kenyataan harus mengonsumsi obat sepanjang hidupnya juga membuat sebagian pasien menjadi depresi. Depresi pada penderita diabetes akan mempengaruhi pengobatan dan sulitnya mengubah pola hidup. Penderita depresi cenderung tidak antusias dalam pengobatan. Akibatnya, penderita depresi mengalami kemajuan pengobatan yang lambat.

Andri menyatakan, pasien diabetes dapat diresepkan obat antidepresan oleh dokter. Penggunaan antidepresan tidak berbahaya bagi penderita diabetes. Ada dua teori bagaimana obat anti depresan bekerja pada penderita diabetes. Teori pertama, anti depresan akan membantu menekan depresi yang dialami penderita. Sehingga penderita dapat mengikuti proses pengobatan, dan menjalani perbaikan gaya hidup.

Teori kedua, obat anti depresan membantu proses biologis otak dalam mengendalikan kadar HbA1c dalam darah. HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan hemoglobin. Kadar HbA1c ini dapat dijadikan bahan informasi seberapa tinggi kadar glukosa  glukosa dalam darah untuk periode tertentu.

Pengobatan depresi juga harus dibarengi psikoterapi. Penggunaan psikoterapi dan psikofarmaka meningkatkan kemungkinan bebas depresi hingga 60-70 persen. Sementara penggunaan plasebo hanya memberi hasil 30 persen. Psikoterapi akan memperbaiki pemahaman dan membantu pasien menerima diabetes yang diderita.

"Psiakiater tentunya harus tahu dulu bagaimana sejarah penyakit diabetes yang diderita pasien. Selanjutnya, dapat dibicarakan bersama untuk proses penyembuhan depresi," imbuh Andri.

Maraknya informasi yang beredar soal diabetes tak jarang membuat penderitanya merasa bingung. Misalnya, informasi pengobatan alternatif yang menjanjikan kesembuhan atau efek merugikan bila mengkonsumsi antidepresan.

"Info seperti ini kerap membuat pasien bingung dan akhirnya depresi. Padahal diabetes tidak mungkin bebas obat. Pada situasi seperti ini, psikiater harus berbicara dengan pasien dan lingkungan terdekatnya, untuk menyamakan pemahaman," tandas Andri yang menekankan pentingnya untuk selalu memebri dukungan serta penyampaian informasinya yang benar dan nyaman kepada pasien.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau