Sesuatu yang tampak normal dan aman, kadang masih menyimpan ancaman bahaya. Begitu pula dengan penilaian risiko penyakit jantung koroner (PJK). Saat mendapati nilai normal pada profil lemak (kolesterol total, kolesterol 'jahat' LDL, trigliserida, dan kolesterol 'baik' HDL), bukan berarti terbebas dari risiko PJK. Terdapat faktor lain yang ternyata ikut berperan dalam proses terjadinya PJK, yaitu Apo B dan hs-CRP.
Fakta: 1 dari 3 kasus serangan jantung terjadi pada orang dengan nilai profil lemak normal.
Aterosklerosis, penyebab utama penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah akibat menumpuknya lemak yang disebut sebagai aterosklerosis, merupakan penyebab utama PJK. Proses terjadinya aterosklerosis berlangsung dalam waktu lama dan seringkali tanpa disadari. Banyak faktor yang berperan dalam hal ini, antara lain kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol ‘jahat’ LDL, trigliserida, dan penurunan kolesterol ‘baik’ HDL. Kondisi tersebut dikenal dengan dislipidemia.
Kolesterol ‘jahat’ LDL bukan satu-satunya penyebab penyakit jantung koroner
Sudah cukup lama kadar kolesterol ‘jahat’ LDL tinggi dijadikan sebagai patokan terhadap risiko terjadinya PJK, sehingga sering kita dengar penyangkalan terhadap risiko PJK saat didapati nilai normal pada profil lemak yang rutin dilakukan. Padahal, saat pengobatan telah berhasil menurunkan kadar kolesterol ‘jahat’ LDL, ternyata risiko PJK hanya menurun sekitar 50%. Hal ini memperlihatkan adanya faktor lain yang ikut berperan mengakibatkan PJK selain kolesterol ‘jahat’ LDL. Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa faktor tersebut antara lain Apo B dan hs-CRP.
Asupan lemak dari makanan akan masuk ke dalam pembuluh darah setelah bergabung dengan protein dan membentuk suatu partikel yang disebut lipoprotein. Terdapat beberapa jenis lipoprotein, diantaranya VLDL, IDL, LDL, dan HDL. Semua jenis lipoprotein itu, kecuali HDL, termasuk dalam kategori aterogenik (dapat menyebabkan aterosklerosis).
Komponen protein yang menyusun lipoprotein disebut apolipoprotein yang jenisnya juga beragam, salah satunya yaitu apolipoprotein B atau Apo B. Adanya komponen Apo B dalam jumlah berlebih dapat membuat partikel LDL yang memiliki sifat mudah menempel di dinding pembuluh darah ini tertahan lebih lama di lapisan dalam dinding pembuluh darah yang dikenal sebagai lapisan intima. Semakin banyak Apo B, maka semakin banyak pula penumpukan partikel yang berpotensi mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah menjadi tidak lancar bahkan terhenti. Hal inilah yang banyak terjadi pada kejadian stroke dan serangan jantung. Karena jumlah Apo B menggambarkan jumlah partikel lipoprotein yang bersifat aterogenik, maka pemeriksaan ini dapat digunakan untuk memprediksi risiko terjadinya PJK.
Selain akibat penumpukan lemak, aterosklerosis dapat dipicu oleh adanya peradangan (inflamasi) dalam dinding pembuluh darah yang berlangsung lama. Peradangan ini ditandai dengan peningkatan kadar C-Reactive Protein (CRP).
CRP adalah suatu protein yang dikeluarkan oleh hati serta dihasilkan dalam jumlah besar saat terjadi infeksi. Sebaliknya, pada peradangan yang terjadi dalam proses perkembangan aterosklerosis, peningkatan kadar CRP jauh lebih kecil. Meskipun demikian, peningkatannya cukup bermakna bila dibandingkan dengan kondisi normal. Oleh karena itu, diperlukan metode lebih sensitif yang dapat mendeteksi CRP dalam jumlah kecil. Metode ini dikenal dengan high-sensitivity C-reactive protein.
Dengan demikian, pemeriksaan Apo B dan hs-CRP yang dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan profil lemak dapat memperkirakan risiko PJK secara lebih baik.
Untuk lebih lanjutnya dapat disimak disini. (adv)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.