Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menegaskan agar DPR memisahkan sertifikasi halal pada makanan dan produk farmasi. Dengan alasan, aturan sertifikasi halal industri makanan minuman tidak bisa disamakan dengan industri farmasi dan obat-obatan.
"Kemenkes berharap dewan memerhatikan pemisahan aturan sertifikasi halal produk farmasi dengan produk makanan minuman, dalam proses pembahasan rancangan undang-undang," tegas Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Maura Linda Sitanggang, dalam keterangan pers yang diterima Kompas Health, Kamis (21/11/2013).
Menurut Linda, pihak Kementerian Kesehatan pernah terlibat dalam pembahasan RUU JPH, namun tidak berkelanjutan.
"Tahun lalu Kemenkes masuk tim, namun sejak satu tahun terakhir sudah tidak diikutsertakan lagi. Terakhir, Kemenkes ikut serta dalam panja bersama DPR," ungkapnya.
Linda menyebutkan, belum ada satu negara pun yang menerapkan aturan sertifikasi halal untuk obat-obatan.
"Di seluruh negara di dunia tidak ada yg menerapkan sertifikasi halal dalam hal obat-obatan. Bahkan Arab sekalipun tidak memasukkan masalah obat-obatan dalam sertifikasi halal mereka," terangnya.
Sementara itu, DPR mengungkapkan data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), bahwa masih banyak terdapat obat dan kosmetik yang mengandung turunan babi. Karenanya, dalam RUU JPH, DPR juga membahas sertifikasi halal pada obat-obatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.