Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/12/2013, 20:20 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com - Ibu menyusui (busui)  sangat membutuhkan support yang akan membantu menguatkan niat dan komitmen saat menyusui terasa sangat menyulitkan. Support ini bisa didapatkan dari suami maupun keluarga dekat.
 
Selain dua sumber tersebut, support bisa didapatkan dari komunitas ibu menyusui. Komunitas yang beranggotakan ibu dengan niat dan komitmen sama, tentu memudahkan ibu untuk belajar dan memperoleh support atau tips saat dibutuhkan. Hal ini terutama dibutuhkan para ibu yang masih bekerja.
 
"Ibu pekerja tidak perlu segan untuk membentuk atau masuk dalam komunitas ibu menyusui. Yang terpenting dari suatu komunitas adalah berbagi pengetahuan dan pengalaman. Hal inilah yang kemudian menguatkan niat ibu untuk terus memberi ASI, secara eksklusif maupun sampai 2 tahun," kata konselor laktasi dan anggota Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Yuyuk Andriati, kepada KOMPAS Health di Jakarta Minggu (22/12/2013). Saat ini Yuyuk masih tercatat sebagai pegawai di suatu instansi pemerintah.
 
Adanya komunitas akan memberikan support kepada ibu, terutama saat pekerjaan dan menyusui terasa sangat berat. Para anggota komunitas akan saling mendukung dengan segenap pengalaman atau tips, sehingga menyusui dan pekerjaan bisa berjalan seimbang.
 
"Untuk AIMI kita ada AIMI goes to office. Biasanya kita diundang sebagai pembicara di kantor yang memiliki komunitas menyusui. Disana kita menyediakan ilmu atau pengalaman untuk mendukung niat ibu untuk menyusui," kata Yuyuk.
 
Kebutuhan akan komunitas sangat terasa bila lingkungan kerja belum mendukung pemberian ASI. Hal ini biasanya dirasakan para pekerja harian yang terdapat di pabrik maupun pusat industri. Adanya komunitas diharapkan bisa menjadi tempat berbagai dan menguatkan untuk berusaha semaksimal mungkin memberi ASI.
 
"Untuk tempat kerja yang seperti ini, biasanya AIMI akan mengirimkan 'surat cinta' sehingga perusahaan tersebut bisa membantu pegawai wanitanya memunaikan hak menyusui. Tentunya surat tersebut bisa ada bila busui tergabung dalam komunitas dan mau membicarakan kesulitannya. Karena itu, busui jangan pernah malu meminta pertolongan demi ASI untuk bayinya," kata Yuyuk.
 
Menyusui sambil bekerja
 
Yuyuk mengatakan, saat ibu memutuskan menyusui sambil bekerja maka atasan dan rekan kerja harus mengetahuinya. Hal ini untuk menjaga profesionalisme di lingkungan kerja, bila pegawai kerap tidak ada di tempat untu memerah ASI. Pemberian ASI tidak selayaknya menjadi alasan untuk rendahnya profesionalisme.
 
Dokter anak dan konselor ASI senior, Utami Roesli menambahkan, setidaknya ada tiga hal yang harus dipenuhi lingkungan kerja untuk mememuhi hak memberikan ASI para pegawainya. Hal tersebut adalah fasilitas, fleksibilitas, dan peraturan tertulis. Adanya ketiga hal tersebut menjamin kelangsungan hak menyusui para pegawainya.
 
"Bila merasa kesulitan jangan ragu mencari bantuan. Tentunya AIMI akan berusaha menjembatani, karena menyusui sudah ada aturan sahnya dalam PP 33 tahun 2012," kata Utami.
 
Pola menyusui dan memerah ASI daklah sama pada setiap wanita. Yuyuk mengatakan, tiap wanita harus mengetahui pola yang tepat untuk menjaga rutinitasnya menyusui atau memerah ASI.
 
"Tiap wanita tidak bisa sama. Yang penting jaga asupan selalu yang bergizi dan sedapat mungkin tidak konsumsi junkfood," kata Yuyuk.
 
Hal senada juga diungkapkan Utami. Pengaturan yang tepat memungkinkan anak selali mendapat ASI segar. Untuk ASI perah, kategori segar memiliki umur simpan kurang dari 48 jam. ASI yang diperah hari Sabtu bisa dikonsumsi hari Senin dan selanjutnya. Kesegaran ASI akan menentukan kualitas yang diberikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau