Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/12/2013, 14:14 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis

KOMPAS.com - Manfaat air susu ibu (ASI) sebagai pendukung perkembangan IQ dan sistem imun anak memang sudah tidak diragukan. Sayangnya tidak semua ibu bisa memberikan ASI dengan mudah sejak hari pertama anaknya dilahirkan. Kondisi inilah yang kadang membuat ibu putus asa, lalu memilih susu formula sebagai penggantinya.
 
Hal serupa juga dialam Pamela Cornelia (26) saat melahirkan anak pertamanya yang bernama Nehinia Gabriele pada 2012. Kondisi puting payudara yang terlalu datar menyebabkan bayi kesulitan saat hendak menyusu. Selain itu ASI yang keluar dinilai Pamela terlalu sedikit.
 
“Waktu itu sampai dibantu perawat untuk memerah dan meminumkan kolostrum ASI. Sebetulnya saya sudah mau memberikan susu formula, tapi sama rumah sakit justru dipersulit dan harus tanda tangan macam-macam surat,” kata Pamela saat dihubungi Kompas Health, Kamis (19/12/2013).
 
Puting payudara yang terlalu datar akhirnya menyebabkan Pamela memilih ASI perah demi yang terbaik untuk buah hati. Pilihan ini ternyata sesuai karena produksi ASI Pamela perlahan meningkat. Dengan produksi ASI yang mencapai 1.800 mililiter per hari, Pamela bahkan bisa menyetok ASI perah.
 
Berkaca dari pengalaman melahirkan anak pertama, Pamela akhirnya menyiapkan alat pemerah ASI saat melahirkan putera keduanya, Amadeu Zebaot, yang kini berusia empat bulan. Saat anaknya lahir, Pamela langsung memerah ASI untuk diberikan pada puteranya.
 
Upaya memerah ASI ternyata merangsang produksi ASI Pamela. Menurutnya, saat ini produksi ASI bisa mencapai 3.000 mililiter per hari hingga bisa dikonsumsi kedua puteranya sekaligus. Konsumsi kedua anaknya mencapai 2.000 mililiter per hari.

”Dengan produksi ASI melimpah Nehinia yang sempat berhenti ASI saat usia delapan bulan karena kehamilan kedua, akhirnya bisa menyusu kembali,” katanya.


Tantangan 
Produksi ASI yang melimpah ternyata juga menimbulkan tantangan. Pamela harus pintar mengatur waktu hingga bisa memerah ASI setiap tiga jam sekali, termasuk saat bekerja sebagai karyawan swasta. Rutinitas memerah ASI tetap harus dilakukannya sepulang bekerja.
 
Rutinitas memerah ASI tak jarang membuatnya kelelahan. Apalagi setiap kali dirinya hendak tidur usai memerah ASI, salah satu bayinya terbangun minta disusui. “Kalau sudah begitu kadang saya tertidur dan jadwal memerah ASI terlewati. Bagaimanapun dalam sehari saya usahakan memerah 6-8 kali dengan produksi paling sedikit 2.500 mililiter,” tutur Pamela.
 
Produksi ASI yang tinggi menyebabkan Pamela memiliki stok yang cukup banyak. Pamela mengatakan saat ini stok ASI perah miliknya memenuhi dua freezer berkapasitas 200 botol. Saat ini stok ASI Pamela terdiri atas 200 botol bervolume 200 mililiter, dan 200 botol lainnya dengan kapasitas 130 mililiter. Stok ASI tersebut bahkan memungkinkannya menjadi donor bagi seorang temannya.
 
“Saya bersyukur lingkungan kerja saya memudahkan ibu untuk memerah ASI hingga bisa membuat stok sebanyak ini. Tapi yang paling penting, saya dan teman-teman lain yang tengah menyusui bisa saling menyemangati. Dukungan ini menyemangati kami untuk terus berjuang memberikan ASI dan tetap profesional dengan pekerjaan,” kata Pamela.
 
Dukungan suami dan keluarga
Suami, menurut Pamela, berperan utama mendukung pemberian ASI. Hal ini dirasakannya pada dua bulan pertama kelahiran putera pertamanya. Dua bulan pertama, menurut Pamela, menjadi saat tersulit bagi seorang ibu karena produksi ASI yang masih terbatas. Lepas dari dua bulan produksi ASI cenderung meningkat sesuai kebutuhan bayi.
 
“Saat itu bantuan suami sangat diperlukan. Baik berupa semangat maupun yang lain, seperti membersihkan alat perah, menyiapkan botol susu, hingga sekadar membangunkan untuk menyusui. Dengan kemudahan tersebut ibu tidak perlu repot melakukan hal lain dan fokus meningkatkan produksi ASI,” kata Pamela.
 
Dengan dukungan tersebut, rasa putus asa tidak lagi dirasakan Pamela sejak hari pertama melahirkan dan memutuskan memberi ASI. Menurut Pamela, pemberian ASI menjadi ujian pertama parenting bagi pasangan yang baru dikaruniai anak. Dengan kerjasama ayah dan ibu, anak bisa sukses mengkonsumsi ASI yang merupakan haknya.
 
“Saya bersyukur sekali bisa melalui masa transisi dari hamil menjadi ibu menyusui. Manfaat ASI jelas saya lihat pada tumbuh kembang kedua putera kami yang sehat, berbadan kuat, dan sedikit chubby,” tutur Pamela.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau