Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/01/2014, 17:09 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

KOMPAS.com - CrossFit merupakan olahraga yang cukup populer beberapa tahun terakhir. Namun banyak pihak yang mengungkapkan bahaya dari olahraga satu ini. Para pakar mengatakan, latihan CrossFit berhubungan dengan risiko rabdimiolisis yang memicu gagal atau rusaknya ginjal.

Kendati demikian, menurut dokter spesialis olahraga Andi Kurniawan, semua olahraga memiliki risiko yang tidak bisa dianggap remeh. "Setiap olahraga punya risiko, tidak hanya CrossFit. Bahkan jalan kaki pun berisiko, khususnya bagi orang yang tidak pernah berolahraga," ujar Andi saat dihubungi Kompas Health, Selasa (7/1/2014).

Risiko olahraga, terang dia, berbeda-beda pada setiap orang atau bisa dikatakan bersifat individual. Semakin bugar seseorang, semakin rendah pula risiko olahraga yang terjadi padanya. Artinya, semakin tinggi intensitas olahraga yang dapat dia lakukan.

Andi menjelaskan, misalnya seseorang tidak pernah berolahraga kemudian langsung melakukan latihan CrossFit, tentulah risikonya sangat tinggi. Namun jika seseorang telah terlatih, risikonya pun menurun. Begitu pula dengan melakukan olahraga lainnya seperti jalan kaki, bersepeda, berlari, atau olahraga permainan lainnya.

Risiko yang dimaksud sebenarnya adalah dampak pada tubuh, baik itu otot maupun organ. Semakin tinggi risiko artinya semakin berat dampaknya pada tubuh dan meningkatkan kemungkinan cedera atau terjadi kerusakan.

CrossFit, kata Andi, termasuk latihan intensitas tinggi, sehingga risikonya pun tinggi. "Ya benar, semua orang dapat melakukan CrossFit, tapi semua orang juga bisa cedera karena CrossFit. Meskipun, kemungkinannya berbeda-beda, tergantung individunya," kata dokter yang berpraktek di klinik kedokteran olahraga Indonesia Sport Medicine Centre ini.

Meski begitu, manfaat olahraga tentu lebih besar daripada risikonya. Asal dilakukan dengan intensitas yang sesuai dengan kemampuan tubuh, olahraga pun akan membuat individu bertambah sehat dan bugar.

Risiko gagal ginjal
Sementara untuk risiko kerusakan ginjal dari melakukan latihan CrossFit, dokter spesialis olahraga Michael Triangto mengatakan, biasanya hal ini baru terjadi pada seseorang yang sudah memiliki tendensi gangguan ginjal, misalnya hipertensi dalam waktu lama.

"Ketika tujuannya untuk menurunkan tensi, orang mulai melakukan diet, mengurangi garam, dan berolahraga. Namun jika olahraga yang dilakukan tidak tepat justru bisa memperburuk ginjal," jelas dokter yang berpraktek di Klinik Slim + Health Sport Therapy ini.

Keadaan tersebut, lanjutnya, juga diperburuk dengan dehidrasi saat melakukan olahraga. Diketahui, dehidrasi akan memperberat kerja ginjal sehingga risiko kerusakannya pun meningkat.

Michael menuturkan, kerusakan pada otot (rabdiomiolisis) karena berolahraga terlalu berat juga dapat memperbesar risiko tersebut. Pertama kerusakan otot akan membuat aliran darah tidak lancar, termasuk ke organ ginjal. Semakin sedikit aliran darah ke ginjal, suplai oksigen ke organ tersebut menurun, membuat stres, dan akhirnya rentan rusak.

Selain itu, lanjutnya, kerusakan otot dapat membuat substansi dalam otot masuk ke dalam aliran darah. Penambahan zat-zat tersebut dalam aliran darah dapat memberatkan fungsi ginjal yang akhirnya meningkatkan risiko kerusakannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau