Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/01/2014, 15:11 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

Sumber HEALTHDAY


KOMPAS.com
— Setelah lari maraton menjadi olahraga populer, kini orang mulai semakin menantang diri mereka dengan melakukan ultramaraton. Namun sebenarnya, apakah ultramaraton aman untuk dilakukan, dan bagaimana kesehatan pelari ultramaraton?

Ultramaraton didefinisikan sebagai lari jarak jauh dengan jarak lebih dari standar maraton 42,16 km. Para peneliti sebuah studi mengatakan, baru sedikit informasi tentang dampak kesehatan dari bentuk latihan fisik yang intens ini.

Untuk mengetahui lebih jauh, mereka mengadakan survei secara online terhadap sekitar 1.200 pelari ultramaraton. Mereka menanyakan cara latihan, kesehatan umum, dan cedera akibat berlari peserta survei dalam 12 tahun terakhir. Kemudian, para peneliti berencana untuk mengikuti kelompok pelari ini selama 20 tahun.

Para peneliti mengatakan, bukan hal yang aneh jika pelari ultramaraton lebih sehat dibandingkan dengan rata-rata orang lainnya. Selama satu tahun, pelari ultramaraton rata-rata hanya melewatkan dua hari kerja karena sakit atau cedera. Sementara itu, rata-rata orang secara umum akan melewatkan empat hari.

Menurut studi yang dipublikasi dalam jurnal PLoS One tersebut, kebanyakan pelari ultramaraton (64 persen) pernah mengunjungi layanan kesehatan karena cedera akibat latihan. Lebih dari tiga perempat pelari ultramaraton cedera tahun lalu, dan 65 persennya kehilangan paling tidak satu hari latihan lantaran cedera.

Studi menemukan, seperti kebanyakan pelari, cedera yang mereka alami berhubungan dengan cedera kaki, termasuk paha dan betis. Cedera lebih umum pada pelari muda yang lebih sedikit pengalaman.

Eswar Krishnan, pakar epidemiologi dan asisten profesor kedokteran di Stanford University School of Medicine, mengatakan, seperti pebalap, orang yang minim pengalaman berisiko tabrakan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lebih tua.

Di sisi lain, para peneliti cukup terkejut dengan fakta bahwa 11 persen dari pelari ultramaraton mengalami asma dan 25 persen mengalami alergi. Padahal, pada populasi umum, hanya tujuh dan delapan persen yang mengalami kondisi tersebut.

Menurut analisis peneliti, semakin tinggi tingkat alergi pada pelari ultramaraton adalah karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu di luar ruangan sehingga lebih banyak kontak dengan polen dan alergen lainnya. Asma yang mereka derita juga berhubungan dengan reaksi alergi.

Para peneliti juga menemukan, 5 persen dari pelari ultramaraton dirawat setelah lomba lari tahun lalu. Kebanyakan dari mereka dirawat karena dehidrasi, gangguan elektrolit karena kelelahan dan kepanasan, dan 20 persennya karena patah tulang dan dislokasi sendi.

"Mengetahui kesehatan para pelari ultramaraton akan bermanfaat untuk mengerti seberapa banyak latihan yang optimal bagi populasi secara umum," pungkas Krishnan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau