Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/05/2014, 09:10 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

 

KOMPAS.com -
Meskipun berpotensi mematikan, Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS) tidak membutuhkan obat untuk mengatasi penyakitnya. Perawatan bagi pasien MERS hanya bersifat suportif untuk menunjang kondisi fisik pasien hingga penyakit sembuh dengan sendirinya.
 
Dokter spesialis paru Ceva W Pitoyo mengatakan, pada dasarnya penyakit yang disebabkan oleh virus bisa sembuh sendiri. Ini karena sifat virus yang memiliki limitasi waktu menginfeksi dan jika sudah melewati waktu tersebut, virus akan mati dan hilang.
 
"Virus merupakan salah satu organisme yang bersifat self limiting, jadi jika sudah melewati batasnya, infeksinya akan menghilang juga," jelasnya dalam konferensi pers terkait MERS di Jakarta, Jumat (9/5/2014).

Sejauh ini memang belum ada obat atau pun vaksinasi untuk mencegah penularan MERS. Penyakit ini menjadi mematikan karena daya tahan tubuh pasien yang tidak kuat menahan infeksi hingga waktu limitasi itu tiba. Ini umumnya disebabkan oleh komplikasi beberapa faktor, misalnya pasien sudah memiliki penyakit penyerta yang menurunkan daya tahan tubuhnya.

 
Penyakit-penyakit yang memperburuk kondisi daya tahan tubuh, khususnya yang berhubungan dengan penyakit pernapasan, antara lain memiliki penyakit paru-paru obstruksi kronis, atau tuberkulosis. Bahkan kebiasaan merokok pun bisa menurunkan daya tahan tubuh.

Ada pula penyakit-penyakit yang secara umum tingkat risiko kematiannya lebih tinggi saat seseorang terserang MERS, seperti diabetes, penyakit jantung, atau gangguan ginjal kronis.

 
Menurut Ceva, perawatan pasien MERS ditujukan untuk menjaga kondisi pasien tetap kuat hingga waktu limitasi virus tiba. Dengan upaya seperti pemberian infus, menjaga makanan, hidrasi yang baik, kondisi pasien akan tetap bertahan.
 
"Perawatan pasien yang tidak menjaga kondisi pasien lah yang akhirnya berujung pada kematian pasien," kata dokter dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) ini.
 
Di sisi lain, Ceva menerangkan, sejak awal MERS ditemukan jumlah infeksi dan kematian angkanya sangat dekat. Artinya setiap orang yang terinfeksi menghadapi risiko kematian yang sangat besar. Namun kini, angka kematian berangsur menurun meskipun penyebaran penyakitnya betambah luas.
 
Data terakhir menyebutkan, dari 463 pasien yang terjangkit MERS, 126 di antaranya meninggal dunia. Artinya tingkat kematian dari MERS saat ini adalah 27,21 persen. Ceva berharap, dengan semakin baiknya tata cara perawatan pasien MERS, maka tingkat kematiannya juga bisa semakin diturunkan.
 
 
 
 
 
 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com