Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/06/2014, 08:11 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis

Sumber NBCNews


KOMPAS.com -
Wabah obesitas di seluruh dunia ternyata tak disebabkan semata oleh kurang gerak, makanan sehat yang mahal, ras, atau pun status sosial ekonomi. Penelitian menemukan harga murah dan kemudahan menjangkau makanan di sekitar kita menyebabkan berat badan mudah melonjak.

Hingga saat ini penelitian soal obesitas masih berfokus pada perbedaan kelompok antara kaya dan miskin, mereka yang hidup di wilayah kaya dan miskin, atau pun ras kulit putih dan kulit hitam. Tetapi ternyata bukan perbedaan-perbedaan itu yang menyebabkan kemiskinan.

Roland Sturm, ekonom senior dari RAND Corporation dan profesor analisa kebijakan Pardee RAND Graduate School menyatakan kegemukan di jaman modern ini terjadi lantaran kita dikepung godaan makanan enak yang sangat murah mulai dari fast food sampai makanan ringan.

“Hal yang harus kita perhatikan adalah perubahan sepanjang waktu pada setiap orang. Masyarakat tidak menjadi gemuk karena tidak punya uang atau keramahan orang di daerah selatan membuat kita gemuk. Mereka tidak tetap langsing karena tinggal di daerah pegunungan seperti Colorado. Hal ini terjadi pada keseluruhan populasi,” terangnya.

Sturm mengkaji penelitian yang sudah ada untuk sebuah penelitian yang diterbitkan di Cancer Journal for Clinicians. Ia menyimpulkan bahwa semua orang, tanpa memandang ras, suku atau status sosial ekonomi menjadi gemuk dengan tingkatan yang sama.

“JIka kita ingin mengatasi masalah obesitas, kita harus mencari tahu apa yang mengubah semua orang. Hal yang muncul kemudian adalah lingkungan di sekitar makanan. Makanan tidak saja relatif murah tetapi juga mudah didapat,” katanya.

Pada dekade 1930-an orang Amerika Serikat menghabiskan seperempat pendapatannya untuk makanan. Data terakhir mengungkapkan mereka hanya menghabiskan sepersepuluh penghasilan untuk beli makanan. Makanan murah dan mudah didapat itu misalnya ada pada keripik kentang, permen, minuman manis yang mudah dibeli di warung.

“Kita punya insting untuk mempertahankan hidup dengan makan terus menerus karena dalam sejarah manusia kelaparan adalah masalah. Norma sosial juga dipandu oleh hal itu. Kita dibesarkan untuk percaya bahwa baik menawarkan makanan untuk tamu,” katanya.

Ada peneliti yang mengatakan ketiadaan akses terhadap makanan sehat merupakan bagian dari masalah. Namun data penelitian mengatakan sayur dan buah juga semakin murah dan mudah didapat. Sturm mengatakan kendati makan sayur dan buah, orang Amerika juga tak semakin langsing. Pasalnya, sayur dan buah itu bukan menggantikan makanan sehat melainkan dikonsumsi untuk menambah makanan yang lain.

Namun sebetulnya tak cukup “menuduh” harga makanan saja menjadi penyebab kegemukan. Marion Nestle, profesor departemen nutrisi, studi makanan dan kesehatan masyarakat New York University mengatakan harga saja tidak melukiskan gambar keseluruhan.
“Penelitian ini tidak mendiskusikan keagresifan marketing makanan murah atau juga mendiskusikan indeks harga konsumen biaya relatif makanan,” kata Nestle.

Menurutnya harga sayur dan buah naik lebih banyak daripada harga makanan rata-rata. “Prevalensi lebih tinggi kegemukan pada masyarakat dengan penghasilan dan pendidikan lebih rendah bisa dijelaskan dengan konsumsi makanan tinggi kalori yang lebih murah di antara mereka,” katanya.

Faktor lain yang tampaknya juga berperan meningkatkan obesitas adalah naiknya hiburan elektronik, meningkatnya ketergantungan terhadap angkutan kendaraan dan perubahan dari pekerjaan fisik ke pekerjaan di balik meja. Kendati orang Amerika Serikat menghabiskan lebih banyak waktu di kantor, di tempat kerja waktu dilewatkan dengan duduk di meja kerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau