Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/12/2014, 16:37 WIB
advertorial

Penulis

Tes HIV tidaklah sulit untuk dilakukan, kita cukup mendatangi tempat layanan kesehatan yang menyediakan konseling dan tes HIV.

Sebelum (pra) dan sesudah (pasca) melakukan tes HIV sangat dianjurkan melakukan konseling dengan dokter atau konselor yang terlatih. Konseling pra dan pasca tes HIV adalah hubungan kerja sama rahasia antara seseorang dengan konselor yang bertujuan membantu mengatasi stres atau ketakutan terhadap infeksi HIV, menemukan cara terbaik untuk memecahkan masalah, membantu membuat keputusan yang terbaik, dan melindungi orang lain dari infeksi HIV.

Dalam konseling pra tes HIV, kita diyakinkan pada keputusan untuk melakukan tes atau tidak. Bila kita telah yakin untuk melakukan tes HIV, kita akan dimintai persetujuan sebelum pengambilan darah. Setelah melakukan tes HIV dan memperoleh hasilnya, baik positif maupun negatif, kita dianjurkan kembali untuk melakukan konseling dengan dokter atau konselor yang sama. Hasil tes HIV bersifat rahasia, artinya hanya boleh diberikan pada individu yang bersangkutan dan tidak boleh diberikan kepada orang lain tanpa persetujuannya. Tempat dilakukannya konseling dan tes HIV juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk menjamin kerahasiaan nama serta hasil tes HIV tersebut.

Saat ini telah tersedia beberapa jenis tes untuk mengetahui ada tidaknya HIV di dalam tubuh seseorang, yaitu tes anti HIV, antigen P24 dan polymerase chain reaction (PCR). Dari ketiga tes tersebut, tes anti HIV merupakan jenis tes HIV yang lazim digunakan untuk memastikan apakah seseorang terinfeksi HIV atau tidak. Tes anti HIV paling mudah dilakukan dan akurat dibandingkan dengan jenis tes HIV lainnya.

Tes anti HIV dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan HIV. Antibodi HIV umumnya terbentuk sekitar 3-6 minggu setelah terinfeksi, atau pada seseorang dengan pembentukan antibodi yang lambat dapat terbentuk setelah 3-6 bulan terinfeksi. Oleh sebab itu, tes anti HIV hendaknya dilakukan 3-6 bulan setelah melakukan tindakan yang dianggap berisiko tertular HIV. Bila seseorang telah melakukan tindakan yang dianggap berisiko tertular HIV namun hasil tes anti HIV negatif, maka dianjurkan untuk melakukan tes anti HIV kembali setelah rentang waktu 3 bulan. Periode waktu antara terjadinya infeksi HIV hingga terbentuknya antibodi HIV yang dapat dideteksi, disebut sebagai window period. Selama periode waktu ini, HIV dapat ditularkan pada orang lain meski antibodi HIV belum dapat dideteksi dalam darah.

Tes HIV sangat diperlukan terutama untuk menentukan status kesehatan seseorang yang dianggap berisiko tinggi terhadap penularan HIV, yaitu pengguna narkoba (terutama pemakaian melalui suntikan), mereka yang melakukan hubungan seks tidak aman dengan sembarang orang, ibu hamil yang berisiko tinggi untuk mencegah penularan kepada janin atau bayi yang dilahirkan, pemberi donor darah atau organ tubuh/jaringan untuk memastikan bahwa darah atau organ yang akan ditransplantasikan tidak terinfeksi HIV.

Tes HIV pada seseorang yang berisiko tinggi tertular HIV bermanfaat untuk mendeteksi infeksi HIV secepatnya agar memperoleh perawatan segera. Dengan demikian, pertambahan jumlah HIV dapat ditekan dan perkembangan penyakit ke arah AIDS dapat diminimalkan serta penyebaran HIV dapat dicegah. (adv)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau