Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/08/2015, 15:05 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kanker paru-paru merupakan salah satu jenis kanker yang banyak diderita masyarakat di dunia. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan, setiap tahun ada 1,8 juta kasus kanker paru di dunia.

Bahkan, kematian akibat kanker paru di dunia ternyata lebih banyak daripada kematian karena kanker payudara, kanker kolon dan kanker prostat. "Satu dari lima kematian akibat kanker di dunia terjadi akibat kanker paru," kata Tjandra, Sabtu (1/8/2015).

Kanker paru, trakea, dan bronkus juga termasuk penyebab kematian ke 7 di dunia menurut WHO tentang 10 penyebab kematian di dunia tahun 2015.

Tjandra mengungkapkan, risiko kanker paru hingga menyebabkan kematian kebanyakan karena merokok. "Kebiasaan merokok berhubungan dengan sekitar 70 persen kematian akibat kanker paru," ujar Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

Faktor risiko tersebut juga karena paparan radon, asbestos, arsenik, berilium dan uranium, serta jika memiliki riwayat radiasi. Risiko kanker paru juga akan meningkat jika telah mengidap penyakit paru lain seperti emfisema, bronkitis kronik, dan tuberkulosis. Adanya riwayat keluarga yang pernah menderita kanker paru juga menjadi faktor risiko.

"Risiko mendapat kanker paru meningkat dengan pertambahan usia, dan laki-laki lebih sering dari perempuan," jelas Tjandra.

Dalam rangka World Lung Cancer Day atau Hari Kanker Paru Sedunia yang jatuh pada 1 Agustus ini, Tjandra mengingatkan pentingnya deteksi dini kanker paru dan menghindari faktor risiko. Utamanya adalah dengan berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok bagi yang tidak merokok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com