KOMPAS.com - Beberapa psikolog berpendapat bahwa mendefinisikan pedofilia sebagai tindak pidana atau gangguan mental tidaklah semudah itu, tidak bisa dipandang sesederhana membedakan warna hitam dan putih.
Sebuah studi terbaru yang dilakukan University of Windsor di Kanada menemukan, bahwa pedofil cenderung kidal dan sering memiliki kelainan di wajah yang bersifat minor, atau dalam dunia kesehatan disebut Anomali Fisik Minor atau Minor Physical Anomalies (MPA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek-aspek tertentu dari perkembangan saraf sejak dalam kandungan dapat memengaruhi risiko seseorang untuk menjadi pedofil.
"Bukti yang terus terakumulasi mendukung temuan kami yang menyatakan perkembangan saraf dapat memengaruhi risiko seseorang menjadi pedofilia," kata pemimpin penelitian, Dr. Fiona Dyshniku . "Dengan penemuan ini, kita dapat mencegah orang dengan kecenderungan pedofil menjadi kriminal. Pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin, bahkan ketika si calon pedofil masih bayi atau anak-anak dengan memberi pendidikan dan perhatian khusus. Dan mudah-mudahan ini juga bisa meningkatkan metode pengobatan untuk kelompok pedofilia."
Dyshniku dan para koleganya melibatkan 140 relawan pria yang dirujuk ke Kurt Freund Laboratory of the Centre for Addiction and Mental Health di Toronto. Mereka dievaluasi penggunaan tangan kiri dan kanannya, serta kelainan fisiknya, jika ada. Riwayat dan preferensi seksual mereka juga dinilai dengan metode forensik medis, evaluasi catatan medis dan wawancara serta tes phallometric.
Hasilnya, pria yang terindikasi sebagai pedofil memiliki kecenderungan kidal dan memilili anomali di wajah dan bagian kepala, termasuk memiliki kelainan bentuk telinga, langit-langit mulut tinggi dan earlobe (bagian bawah daun telinga yang lunak) terpisah dari samping rahang.
Malformasi wajah dan kepala ini cenderung berkembang karena lapisan primer embrio yang membentuk sistem saraf pusat selama trimester pertama dan kedua kehamilan, juga tidak berkembang dengan baik. Hal ini lebih banyak terjadi pada janin pria. Penyebabnya antara lain adalah paparan virus, alkohol atau obat-obatan, komplikasi kehamilan, atau kekurangan nutrisi.
"Jika kita tahu lebih banyak tentang penyebab perilaku yang merugikan oleh manusia, kita dapat membuat langkah pencegahan yang efektif," tambah Rachel Fazio, neuropsikolog klinis dan notulis penelitian.
"Selama bertahun-tahun, kita berpikir bahwa penganiayaan anak adalah perilaku yang dipelajari, berpotensi terjadi pada orang yang dulunya pernah jadi korban, lalu ia mengulangi hal yang sama ke orang lain. Hal itu benar pada beberapa orang dan kasus, tapi tidak terjadi pada mereka yang pedofilia asli atau terlahir sebagai pedofilia."
Temuan dari studi ini juga mengungkapkan, bahwa sebagian besar pedofil adalah kidal. Ini dapat dideteksi sejak awal, sejak Si Pedofil masih anak-anak. Kidal atau tidak, adalah akibat langsung dari perkembangan kognitif prenatal dan tidak semua orang kidal atau punya kelainan di wajah dan kepala adalah pedofil. Delapan sampai 12 persen populasi manusia di dunia adalah kidal dan sepertiga dari pedofil yang diteliti para ilmuwan Kanada adalah kidal.
Hasil penemuan ini sudah diterbitkan dalam jurnal Archives of Sexual Behavior, Juni 2015 dengan judul Minor Physical Anomalies as a Window into the Prenatal Origins of Pedophilia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.