Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/05/2016, 19:01 WIB

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pemerkosaan ibarat puncak gunung es, alias yang tampak hanya sebagian kecil dari keseluruhan kasus. Kaum wanita sering dianggap sebagai pemicu, karena memberi godaan terhadap kaum pria. Betulkah demikian?

 

Psikolog seksual Zoya Amirin menyebut kalau ini merupakan persoalan yang rumit. Kaum wanita tak bisa dituding begitu saja sebagai biang terjadinya kasus pemerkosaan.

 

“Wanita baik-baik, memakai kerudung, dan sudah menutup seluruh anggota tubuh tetap ada yang diperkosa, lho. Kalau demikian, masih menyalahkan si wanita?” tanya Zoya.

 

Zoya memiliki pengalaman berbincang dengan pelaku pemerkosaan seperti ini. Korbannya mengenakan busana yang sangat tertutup.

 

“Si pelaku beralasan kalau ia penasaran dengan apa yang di balik busana serba tertutup itu. Jadi, masalahnya bukan busana yang dikenakan oleh wanita,” ujar Zoya ketika berbincang dengan Kompas.com.

 

Ia juga tak setuju dengan anggapan, kalau pemerkosaan terjadi di tempat sepi dan dilakukan oleh orang tak dikenal.

 

“Faktanya, beberapa kasus yang mencuat saat ini terjadi di tempat umum. Misalnya pada kasus Yuyun, kejadiannya saat melewati rute pulang sekolah. Korban sudah biasa lewat jalan tersebut, tiap hari, karena harus pergi sekolah. Andai pun pada saat itu korban dikawal teman, apakah mungkin melawan belasan remaja yang sudah berencana memerkosa?,” tanya Zoya lagi.

 

Pada lain kasus, lanjut Zoya, pemerkosaan dilakukan oleh orang yang dikenal oleh korban. Bahkan, ada yang dilakukan oleh orang yang dipandang terhormat oleh korban dan lingkungan sekitar.

 

Pria juga tak bisa disalahkan begitu saja. Ada pemicu sehingga pria melakukan pemerkosaan.

 

Menurut Zoya, ketika masuk masa puber, dorongan seksual mulai dirasa. Ditambah lagi, keinginan untuk memiliki, terlihat gagah, berkuasa yang ada pada kaum pria membuat segala sesuatu harus berjalan sesuai keinginan.

 

“Biasanya akibat dorongan ingin menguasai, termasuk menguasai lawan jenis. Seperti kasus Eno di Tangerang, si pria tak suka keinginannya ditolak oleh korban hingga terjadi pemerkosaan yang berujung pada pembunuhan,” ujar Zoya.

 

Untuk itu, psikolog seksual ini mengimbau kepada semua pihak untuk belajar lebih menghargai satu sama lain.

 

 

Untuk wanita, belajar untuk lebih mawas diri, termasuk ketika menolak keinginan dari pria. Untuk pria, belajar untuk menangani hasrat seksual dengan benar merupakan kewajiban, termasuk belajar menerima penolakan dari lawan jenis.

 

“Ditolak lawan jenis itu bukan aib. Justru kita bisa belajar banyak dari sebuah penolakan, bukan malah memerkosa,” imbuh Zoya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau