KOMPAS.com - Retensi air terjadi ketika terdapat masalah dengan satu atau lebih mekanisme tubuh untuk menjaga tingkat cairan.
Gejala utamanya adalah pembengkakan dan ketidaknyamanan pada tubuh.
Sistem peredaran darah, ginjal, sistem limfatik, faktor hormonal, dan sistem tubuh lainnya membantu menjaga tingkat cairan yang sehat.
Jika masalah muncul pada salah satu atau lebih sistem ini, bagaimanapun, retensi cairan atau dikenal juga sebagai edema dapat terjadi.
Edema dapat memengaruhi area tubuh mana pun. Itu terjadi karena berbagai alasan.
Gejala retensi air
Merangkum Health Line, gejala retensi air atau retensi cairan akan tergantung pada bagian tubuh yang terkena.
Area tubuh yang umum terpengaruh, termasuk:
Pada tungkai, kaki, dan tangan, gejala retensi air bisa meliputi:
Retensi cairan juga dapat memengaruhi area berikut:
Retensi air yang memengaruhi otak juga dikenal sebagai hidrosefalus.
Retensi cairan di otak dapat menyebabkan gejala, termasuk:
Hidrosepalus adalah kondisi bisa mengancam nyawa.
Tak jauh beda, kelebihan cairan di paru-paru atau edema paru, dapat mengindikasikan masalah serius pada jantung atau sistem pernapasan.
Gejala edema paru di antaranya dapat berupa:
Semua gejala itu bisa terjadi karena retensi air di paru-paru dapat memengaruhi kemampuan organ ini untuk memasok oksigen ke tubuh.
Penyebab retensi air
Tubuh manusia menggunakan sistem yang kompleks untuk mengatur level airnya.
Faktor hormonal, sistem kardiovaskular, sistem perkemihan, hati, dan ginjal semuanya berperan.
Jika ada masalah dengan salah satu dari bagian ini, tubuh mungkin tidak dapat mengeluarkan cairan sebagaimana mestinya.
Merangkum Medical News Today, berikut ini adalah penjelasan dari beberapa kondisi yang disinyalir menjadi penyebab potensial retensi air:
1. Kerusakan kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah kecil dengan peran kunci dalam mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh.
Beberapa obat, seperti untuk tekanan darah tinggi (hipertensi), dapat menyebabkan kerusakan pada kapiler.
Kapiler bertugas mengantarkan cairan ke jaringan sekitarnya.
Cairan yang disebut cairan interstisial itu memasok nutrisi dan oksigen ke sel. Setelah memberikan nutrisi, cairan kembali ke kapiler.
Jika kapiler menjadi rusak, edema bisa terjadi.
Masalah yang mungkin terjadi termasuk perubahan tekanan di dalam kapiler dan dinding kapiler menjadi pecah.
Jika masalah ini benar-benar terjadi, terlalu banyak cairan dapat meninggalkan kapiler dan memasuki ruang antar sel.
Jika kapiler tidak dapat menyerap kembali cairan, cairan akan tetap berada di jaringan, menyebabkan pembengkakan dan retensi air.
Beberapa orang mengalami edema jenis ini karena mereka memiliki kondisi langka yang disebut systemic capillary leak syndrome (SCLS)
2. Gagal jantung kongestif
Tindakan pemompaan jantung membantu menjaga tekanan normal di dalam pembuluh darah.
Jika jantung seseorang berhenti bekerja secara efektif, tekanan darahnya akan berubah. Retensi cairan bisa timbul dari kondisi ini.
Mungkin ada pembengkakan di tungkai, kaki, dan pergelangan kaki, serta cairan di paru-paru, yang dapat menyebabkan batuk atau kesulitan bernapas jangka panjang.
Akhirnya, gagal jantung kongestif dapat menyebabkan masalah pernapasan dan stres pada jantung. Oleh karena itu dapat mengancam nyawa.
3. Masalah pada sistem limfatik
Sistem limfatik membawa getah bening ke seluruh tubuh.
Getah bening adalah cairan yang mengandung sel darah putih. Ini membantu sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.
Saat sistem limfatik mengirimkan dan menyerap kembali cairan limfatik, ini juga membantu tubuh menjaga keseimbangan cairan.
Jika suatu masalah menghalangi sistem limfatik bekerja dengan baik, cairan dapat mulai menumpuk di sekitar jaringan. Kondisi ini pun bisa menyebabkan pembengkakan di berbagai bagian tubuh, termasuk perut, pergelangan kaki, tungkai, dan kaki.
Kanker, infeksi, dan penyumbatan semuanya dapat menyebabkan masalah pada sistem ini.
4. Masalah ginjal
Ginjal bertugas menyaring darah dan membantu menjaga kadar cairan dalam tubuh.
Limbah, cairan, dan zat lain masuk ke tubulus kecil di ginjal, yang bertindak sebagai filter.
Aliran darah menyerap kembali apa pun yang dapat digunakan kembali oleh tubuh dan membuang limbah dalam urine.
Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, organ ini tidak dapat membuang bahan limbah, termasuk cairan dan natrium. Cairan pun kemudan akan tetap tinggal di dalam tubuh.
Orang dengan penyakit ginjal kronis misalnya, mungkin mengalami pembengkakan di tungkai bawah, tangan, atau wajah.
5. Kehamilan
Selama kehamilan, tubuh menahan lebih banyak air dari biasanya, dan ini dapat menyebabkan pembengkakan di tungkai bawah, terutama saat cuaca panas atau setelah berdiri dalam waktu yang lama.
Perubahan hormonal dan membawa beban ekstra di perut juga bisa berkontribusi untuk retensi air.
Kondisi ini biasanya tidak berbahaya, dan sebagian besar dapat atau akan hilang setelah melahirkan.
Namun, jika pembengkakan tiba-tiba menjadi lebih parah, itu mungkin merupakan tanda preeklamsia.
Preeklamsia adalah jenis tekanan darah tinggi yang dapat membahayakan ibu dan janin.
Siapa pun yang mengalami sakit kepala, muntah, nyeri di bawah tulang rusuk, atau masalah penglihatan bersama dengan pembengkakan yang meningkat selama kehamilan harus segera mencari perhatian medis.
6. Gaya hidup kurang bergerak
Orang dengan masalah mobilitas atau gaya hidup yang tidak banyak bergerak dapat mengembangkan edema di kaki bagian bawah.
Terlalu jarang digunakan dapat menyebabkan pompa otot betis kehilangan kekuatan.
Langkah ini mungkin dapat membantu untuk mengatasi masalah tersebut:
7. Obesitas
Orang dengan obesitas mungkin mengalami pembengkakan karena kelebihan berat badan yang mereka bawa.
Obesitas juga dapat meningkatkan risiko hipertensi, penyakit ginjal, dan penyakit jantung yang semuanya dapat mengakibatkan edema.
Obesitas juga meningkatkan risiko sindrom metabolik, yang meliputi diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, dan masalah kesehatan lainnya.
8. Malnutrisi
Albumin adalah protein yang membantu tubuh manusia mengatur cairan.
Ketika seseorang mengalami kekurangan protein yang parah, mungkin lebih sulit bagi tubuh mereka untuk memindahkan cairan interstisial kembali ke kapiler.
Ketika seseorang kekurangan gizi parah, mereka dapat mengembangkan kwashiorkor (kondisi kurang gizi yang dapat mengakibatkan kematian).
Gejala kwashiorkor berupa hilangnya massa otot dan perut membesar. Ini karena retensi cairan di jaringan tubuh.
9. Infeksi dan alergi
Peran sistem kekebalan adalah untuk melindungi tubuh dari penyakit dan infeksi.
Ketika sistem kekebalan mendeteksi ancaman yang tidak diinginkan, seperti bakteri atau alergen, maka serangan itu akan meningkat. Peradangan adalah dampak dari proses ini.
Saat peradangan terjadi, tubuh melepaskan histamin.
Histamin sendiri dapat menyebabkan celah antara sel-sel dinding kapiler melebar. Ini dilakukan untuk memungkinkan sel darah putih yang melawan infeksi mencapai tempat peradangan.
Namun, itu juga dapat memungkinkan cairan bocor dari kapiler ke jaringan sekitarnya.
Pembengkakan yang terjadi biasanya bersifat jangka pendek.
Orang dengan peradangan jangka panjang mungkin mengalami retensi air.
10. Efek samping pengobatan
Beberapa obat juga dapat menyebabkan retensi air.
Ini termasuk:
Siapa pun yang memiliki kekhawatiran tentang pembengkakan saat menggunakan obat harus berbicara dengan dokter. Dokter mungkin dapat mengubah dosis atau menyarankan alternatif obat lain.
11. Kondisi hormonal
Ketidakseimbangan hormon dapat menyebabkan retensi cairan dengan cara berikut:
https://health.kompas.com/read/2021/02/17/120600368/11-penyebab-retensi-air-dalam-tubuh-yang-perlu-diwaspadai