Bahan berbahaya yang ditemukan tim gabungan antara lain 97 lempeng boraks, 142 bungkus kerupuk mengandung pewarna tekstil rhodamin B, 9 bungkus cincau mengandung boraks, dan
”Bahan-bahan tersebut seharusnya hanya ada di toko bahan kimia, bukan di pasar tradisional,” kata Komisaris Suratno, Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Kota Depok, Selasa (23/8), di Depok, ketika melakukan inspeksi (sidak) mendadak di Pasar Depok Jaya.
Asal-muasal peredaran bahan berbahaya tersebut belum bisa dipastikan. Pedagang tidak mengetahui persis dari mana asal bahan berbahaya itu.
Temuan ini bukan yang pertama kali di wilayah Depok. Polisi akan membawa masalah ini ke ranah hukum.
Dalam sidak kali ini, turun 30 personel dari kepolisian, petugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan Depok, serta petugas Dinas Kesehatan Depok. Sidak dimulai pukul 10.00. Tidak ada perlawanan dan penolakan dari pedagang ketika mereka menyita bahan berbahaya tersebut.
Bahan berbahaya ini disimpan di lantai dasar Blok G, Pasar Depok Jaya. Pedagang secara terbuka menjual bahan berbahaya ini di lapak mereka. Kebanyakan penjual bahan tersebut merupakan pedagang bumbu masak dan sayur-mayur.
Boraks adalah bahan pembersih lantai, pengawet kayu, dan pembuat kaca yang seharusnya hanya boleh dijual di toko bahan kimia.
Boraks ini sering disalahgunakan sebagai campuran bahan makanan, seperti bakso, mi basah, cincau hitam, dan lontong. Dampak mengonsumsi bahan ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada otak, hati, dan jaringan lemak.
Meski berkali-kali ditemukan peredaran bahan berbahaya, belum pernah ada langkah membawa masalah ini ke ranah hukum. Wakil Wali Kota Depok M Idris Abdul Shomad, yang berada di lokasi sidak, merasa perlu melakukan pembinaan terlebih dahulu sebelum memberi sanksi hukum. ”Jika berkali-kali, maka akan diberlakukan penegakan hukum,” kata Idris.
Penegakan hukum yang dimaksud mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU
Idris meminta pengelola pasar membantu mengawasi peredaran bahan berbahaya yang beredar di kalangan pedagang. Koperasi pedagang juga harus turut bertanggung jawab terhadap peredaran bahan berbahaya di masyarakat.
Sagimo Hadi Prawoto, Ketua Koperasi Pedagang Pusat Perbelanjaan Depok, tidak tahu asal bahan berbahaya itu. Dari penelusurannya ke pedagang, bahan itu berasal dari Bogor. Hanya saja, dia tidak mengetahui lokasi persis asal bahan tersebut.
”Mereka mengaku hanya dikirim saja,” kata Sagimo.
Menurut Yulia Oktavia, Kepala Seksi Pengawasan Obat dan Makanan Dinas Kesehatan Depok, pengedar bahan berbahaya sengaja memanfaatkan momentum Lebaran.