JAKARTA, KOMPAS.com -- Merebaknya kasus campak di Eropa perlu diwaspadai. Apalagi saat ini Indonesia masih merupakan negara yang melakukan reduksi menuju eliminasi penyakit campak.
"Ini berarti, masih dijumpai kasus campak di Indonesia," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama, Sabtu (29/10/2011) di Jakarta.
Meski Indonesia berhasil menurunkan kematian akibat campak 90 persen pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2000, pemerintah akan berusaha agar dapat menekan lebih jauh, yaitu 95 persen pada tahun 2015.
Tjandra menjelaskan, perubahan iklim mungkin saja memengaruhi kondisi virus, tetapi juga lebih memengaruhi kondisi anak, terutama balita. Jadi, saat terjangkit campak, kemampuan untuk mengobati diri sendiri jadi menurun atau rentan terhadap penyakit.
Untuk mengantisipasi peredaran penyakit campak di Indonesia, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus terus digalakkan, seperti mencuci tangan setelah memegang hidung atau mulut, menutup hidung dan mulut pada saat bersin ataupun batuk. Selain itu pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif sampai anak usia 6 bulan dan makan dengan kandungan gizi seimbang sesuai usia dapat mengurangi risiko terkena campak.
"Berikan imunisasi pada usia 9 bulan dan memberikan dosis kedua pada saat Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) kepada anak kelas 1 SD atau setingkatnya," kata Tjandra.
Memberikan imunisasi tambahan, menurut Tjandra, diperlukan untuk memberi kesempatan kedua bagi tubuh anak untuk membangun sistem imunitas tubuhnya terhadap campak. Hal ini disertai pemantauan kasus di puskesmas, rumah sakit, dan di masyarakat.
Penyebab penyakit campak adalah virus yang berasal dari golongan paramyxovirus dengan genus morbilivirus. Gejala yang sering dijumpai adalah demam sekitar 3 atau 4 hari diikuti dengan hidung beringus, batuk, adanya bintik-bintik merah di tubuh, dijumpai bercak koplik yang spesifik didapati pada kasus campak.
Komplikasi atau penyulit yang sering terjadi pada kasus campak adalah diare sedang sampai berat, pneumonia, infeksi telinga bagian tengah, encephalitis. Kadang-kadang terjadi kerusakan kornea sehingga menyebabkan kebutaan permanen.
"Pengobatan virus tidak ada yang spesifik, tetapi hanya symptomatik atau mengurangi keluhan seperti obat demam, pemberian antibiotik bila terjadi infeksi sekunder. Yang utama adalah makan dengan gizi seimbang dan istirahat cukup," jelasnya.