Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Kematian Ibu dan Rahasia Pencerdasan Bangsa

Kompas.com - 24/02/2012, 02:33 WIB

Oleh Hanni Sofia

Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN DR Sudibyo Alimoesa, mengatakan, tingkat kematian ibu saat melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi.

Berdasarkan data dan penelitian tentang kualitas penduduk Indonesia 2011 tercatat Angka Kematian Ibu (AKI atau MMR) masih sebesar 228/100.000 kelahiran hidup.

Sementara itu, angka kematian bayi usia 0-11 bulan (AKB-IMR) adalah 34 per-1.000 kelahiran hidup, kemudian 60 persen penduduk hanya tamat SD atau lebih rendah, angka harapan hidup Indonesia sekitar 68/72 tahun.

"Di Jepang saja kini rata-rata umur penduduknya telah mencapai 100 tahun, sehingga saat ini 40 persen penduduknya adalah golongan lanjut usia," katanya.

Sesuai target milenium Development Goals (MDGs), pihaknya berupaya pada 2015 AKI akan turun dari 228/100.000 kelahiran hidup menjadi 102/100.000 kelahiran hidup, begitu juga dengan angka kematian bayi yang diharapkan turun menjadi 23/1.000 kelahiran hidup.

Beberapa upaya yang akan dilakukan, antara lain, BKKBN sedang menjalankan program pelatihan bagi 35 ribu bidan dan 10 ribu dokter umum maupun dokter kandungan, khususnya di daerah terpencil yang jauh dari pelayanan rumah sakit.

Sudibyo berharap melalui pelatihan tersebut pertolongan kelahiran yang berada di daerah terpencil bisa dilakukan secara medis sehingga kematian ibu dan bayi bisa ditekan.

Sementara anggota Divisi Fetomaternal RSCM/FKUI dr Damar Prasmusinto SpOG (K) mengatakan, sekitar 55 persen kematian ibu melahirkan disebabkan pendarahan dan pre-eclampsia yang terkait erat dengan malnutrisi atau gizi buruk semasa hamil.

"Kondisi anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil berdampak pada kesehatan ibu dan anak dalam kandungan," katanya.

Dampak buruk tersebut dapat berupa meningkatnya risiko bayi dengan asfiksia (gangguan pernapasan), berat badan lahir rendah, keguguran, kelahiran prematur, hingga kematian ibu dan bayi.

Menurut dia, dua faktor yakni anemia dan KEK itu juga menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan, partus lama, aborsi, dan infeksi.

Gizi Ibu

Tidak ada lagi tawar-menawar atas fakta bahwa gizi bagi perempuan alias calon ibu memegang peranan yang sangat signifikan untuk tujuan yang lebih luas yakni pencerdasan kehidupan bangsa.

Gizi ibu hamil menjadi kunci bagi upaya penurunan AKI di Tanah Air sekaligus menjadi rahasia mencetak generasi yang lebih cerdas.

"Faktanya ibu hamil yang malnutrisi berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah yang berisiko memiliki IQ rendah dan tumbuh kembang dengan tidak optimal. Hal tersebut akan berisiko terhadap kelanjutan kualitas generasi berikutnya," kata dr Damar Prasmusinto SpOG.

Ia menambahkan, gizi buruk pada saat persiapan kehamilan dan masa kehamilan dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin dan berakibat buruk pada kesehatan janin di masa depan.

"Beberapa masalah kesehatan pada ibu hamil meliputi anemia saat hamil, anemia setelah melahirkan, pertambahan berat badan rendah, serta KEK," katanya.

Ketidakseimbangan pola nutrisi pada ibu hamil ini salah satunya disebabkan kurangnya edukasi nutrisi yang memadai bagi ibu hamil.

Selain itu juga tingkat perekonomian yang relatif rendah sehingga mempengaruhi kemampuan untuk menghasilkan atau mendapatkan bahan makanan yang mencukupi dan memiliki kualitas gizi yang baik.

Pemerintah tidak diam saja merespon kenyataan itu, Asisten Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs Diah Saminarsih mengatakan, kesehatan ibu (hamil dan menyusui) akan menjadi salah satu fokus perhatian pihaknya dalam empat tahun ke depan bersama masalah kemiskinan, gizi, serta akses pada air bersih.

"Meningkatkan derajat wanita merupakan langkah penting dalam mengatasi kemiskinan," katanya.

Menurut dia, keterkaitan antara status kesehatan, pendidikan dan status gizi, serta meningkatnya kemiskinan berikut upaya mengatasi berbagai persoalan itu akan memberikan dampak yang luas khususnya bagi status keadaan perempuan secara umum.

PR Bersama

Menekan angka kematian ibu sekaligus sebagai upaya tidak langsung untuk mencerdaskan generasi yang akan datang harus menjadi program tanggap darurat yang menjadi pekerjaan rumah bersama.

Setiap rumah tangga harus mampu mempunyai kesadaran untuk bisa menghitung asupan gizi yang cukup khususnya bagi ibu hamil dan balita.

Tidak kalah penting juga kampanye agar setiap keluarga khususnya di pelosok mempunyai cadangan sumber protein keluarga seperti memelihara ayam dan ikan di pekarangan mereka sebagai sumber protein keluarga.

Kalau perlu setiap desa selain menyiapkan lumbung cadangan pangan, juga memikirkan pemanfaatan sungai dan situ sebagai lumbung ikan dan lahan kosong sebagai sumber hijauan bagi ternak.

Dengan demikian, pemerintah tidak harus bekerja sendirian mencapai target penurunan signifikan AKI, sebab swasta dan masyarakat juga harus mulai bergerak menggarap pekerjaan rumah bersama tersebut.

Produsen produk nutrisi ibu dan anak, PT Sari Husada, misalnya, tidak diam saja merespon ironi yang menyedihkan tersebut.

Perusahaan itu merancang berbagai program khusus untuk menekan dan meminimalisasikan atau mengurangi angka kematian ibu melahirkan, mengatasi malnutrisi pada anak, dan meningkatkan kesehatan ibu hamil.

Direktur Utama PT Sari Husada, Boris Bourdin, mengatakan, pihaknya selama tiga tahun terakhir bersama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) melaksanakan program Pos Bhakti Bidan Srikandi Award.

"Melalui program ini, kami dan IBI mendukung lebih dari 500 kegiatan sosial yang dilakukan oleh para bidan di 19 provinsi, hal ini selaras dengan program MDGs 1 mengatasi malnutrisi pada anak, MDGs 4 menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan MDGs 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu hamil," katanya.

Produsen produk nutrisi itu juga menyelenggatakan program edukasi gizi "Ayo Melek Gizi" dengan menggandeng Lembaga Kemanusiaan Nasional Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU) dan telah menjangkau lebih dari 35 ribu ibu di seluruh Indonesia.

Program itu bertujuan untuk membantu para ibu menyusun menu seimbang yang umumnya hanya dapat dilakukan oleh seorang ahli atau nutrisionis karena perlu mengacu kepada indikator Angka Kecukupan Gizi (AKG) yakni jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh setiap harinya agar tetap sehat.

Kepedulian serupa juga datang dari berbagai elemen masyarakat yang tersentuh untuk turut serta menekan AKI di Indonesia melalui media sosial Twitter. Salah satu akun yang paling aktif adalah gerakan @selamatkanibu yang dirintis sejak 1 Juni 2010.

Sampai saat ini jumlah follower akun tersebut telah mencapai 14.000 orang dengan wilayah diskusi meliputi kampanye dan berbagi pengetahun tentang pentingnya nutrisi bagi ibu.

Santi Juwita mewakili gerakan@selamatkanibu, mengatakan, sudah saatnya masyarakat tanggap terhadap masalah tingginya kematian ibu melahirkan dan ikut menyuarakan pengetahuan serta berpartisipasi aktif menekan angka kematian ibu melahirkan di Indonesia.

"Kami melalui media jejaring sosial setiap hari berbagi pengalaman edukatif untuk membangun kesadaran tentang pentingnya nutrisi untuk ibu hamil," katanya.

Kepedulian menjadi kunci untuk melenyapkan ironi kematian ibu melahirkan di Tanah Air, jika semua pihak peduli dan bergerak tidak akan ada lagi ibu yang harus menjadi martir, meninggal ketika melahirkan bayinya.

Untuk tujuan yang lebih luas, maka nutrisi bagi ibu adalah mutlak demi generasi yang lebih cerdas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com