Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/07/2012, 12:59 WIB

Hal ini memang tidak salah pada penderita alergi makanan dan intoleransi makanan dapat menganggu saluran cerna dapat berdampak proktokolitis, entero colitis, alergi eosinophilic gastroenteritis, sindrom enteropati, immediate gastrointestinal hypersensitivity (anaphylaxis), oral allergy syndrome, allergic eosinophilic esophagitis, gastritis, gastroenterocolitis, dietary protein enterocolitis, proctitis, enteropathy, celiac disease atau Irritable Bowel Syndrome. Pada bayi bisa berdampak colic, gastroesophageal reflux, dan konstipasi (Sulit BAB) berkepanjangan. Berbagai gangguan tersebut bisa saja dapat menampilkan berbagai tanda dan gejala keruskan saluran cerna seperti yang digambarkan dr Hiromi. Tetapi sekali lagi, hal itu sering terjadi pada penderita alergi dan hipersensitif saluran cerna.

Kehebatan Susu Sapi

Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia betina. Susu sapi  diolah menjadi berbagai produk seperti mentega, yogurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia. Dewasa ini, susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Untuk umur produktif, susu membantu pertumbuhan mereka. Untuk orang lanjut usia, susu membantu menopang tulang agar tidak keropos. Susu mengandung banyak vitamin dan protein.  Secara alamiah susu sapi segar telah mengandung sejumlah vitamin, mineral, laktosa (gula susu), asam lemak esensial (asam linoleat dan asam linolenat), asam amino esensial (triptophan, tirosin), sphingomyelin, laktoferin, serta prebiotik galakto-oligosakarida (GOS) dengan komposisi yang lengkap. Mengingat khasiat dan kandungan gizinya yang sangat lengkap, susu dikelompokkan sebagai pangan fungsional (functional food). Dan sebagai pangan fungsional, susu dapat dikonsumsi tanpa batas karena tidak menimbulkan bahaya apapun. Namun demikian, dalam konsep gizi seimbang, seseorang dianjurkan minum susu sebanyak 2-3 gelas sehari atau setara dengan 500-750ml susu cair.

Kontroversi Hiromi

Dr. Hiromi Shinya adalah seorang ahli bedah gastroenterologi dari Albert Einstein College of Medicine. Penulisan buku The Miracle of Enzyme ternyata diilhami oleh pengalaman seorang anaknya yang mengalami gangguan saluran cerna yang diperberat oleh susu sapi. Demikian juga hal ini ditemukan pada sebagian pasien yang dioperasinya. Dr Hiromi Shinya mengemukakan dampak bahaya susu sapi dapat menimbulkan osteoporosis, luka di usu, polip usus, gangguan enzym, dan berbagai gangguan lainnya. Sehingga dia tidak merekomendasikan untuk minum susu jangka panjang.

Meski hanya berdasarkan pengalaman pribadi, bila disimak opini tersebut memang mungkin tidak salah. Tetapi sebenarnya gangguan itu hanya bisa terjadi pada penderita alergi dan hipersensitifitas saluran cerna. Tetapi tidak akan terjadi pada individu yang sehat. Pada penderita alergi dan hipersensitivitas saluran cerna bila mengkonsumsi susu sapi bisa menganggu berbagai fungsi saluran cerna termasuk ensim pencernaan.

Bahkan dalam penelitian ilmiah yang termuat dalam pubmed dan jurnal ilmiah lainnya menyebutkan bahwa alergi susu sapi bisa berdampak pada kulit, saluran cerna, saluran napas dan berbagai gangguan organ tubuh lainnya. Reaksi akut (jangka pendek) yang sering terjadi adalah gatal dan anafilaksis seperti bengkak pada bibir, syok, pingsan dengan tensi dan tekanan darah turun. Sedangkan reaksi kronis (jangka panjang) yang terjadi adalah asma, dermatitis (eksim kulit) dan gangguan saluran cerna.

Pada bayi bisa berdampak colic, gastroesophageal reflux, dan konstipasi (Sulit BAB) berkepanjangan. Beberapa penelitian lainnya menyebutkan alergi makanan termasuk susu sapi dapat mengganggu perilaku anak seperti gangguan tidur, hiperaktif, gangguan emosi, gangguan konsentrasi, dan memperberat gejala autis. Tetapi, dampak tersebut hanya bisa timbul pada individu yang mengalami alergi atau intoleransi makanan.

Pada anak sehat atau manusia sehat lainnya tidak berdampak yang ditakutkan. Jadi, pendapat susu sapi membuat berbagai dampak yang mengganggu tidak dapat digenerelisasikan. Artinya pada kelompok anak tertentu bisa mengganggu berbegai organ tubuh tetap pada sebagian besar anak sehat tidak akan mengganggu bahkan susu sangat bagus kandungan gizinya.

Gangguan yang disebutkan Hiromi tersebut bukan saja disebabkan bukan hanya oleh susu sapi tetapi juga alergi makanan lainnya seperti coklat, kacang, buah tertentu, ikan laut dan sebagainya. Bila asumsi Hiromi itu digunakan maka coklat, kacang, buah tertentu, ikan laut juga berbahaya bagi kesehatan dan tidak layak untuk dikonsumsi untuk manusia sehat lainnya.

Kontroversi ini juga ditunggangi kepentingan bisnis lainnya. Para oknum pebisnis susu kambing pun memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang keburukan susu sapi. Susu kambing dianggap sebagai menyembuhkan alergi dan dianggap lebih baik dan dapat untuk pengganti pada anak penderita alergi susu sapi. Memang mungkin saja vitamin susu sapi dan susu kambing tidak jauh berbeda, tetapi kandungan protein penyebab alergi juga tidak jauh berbeda. Bila penderita mengalami alergi susu sapi tidak bisa diganti susu kambing. Bila penderita alergi susu sapi tidak terganggu dengan susu kambing, maka kebenaran diagnosis alergi susu sapi sebelumnya patut dipertanyakan kebenarannya.

Tetapi memang benar bila seseorang mengalami alergi susu sapi, intoleransi susu sapi, gangguan metabolik, penderita autuism atau gangguan hipersensitif saluran cerna lainnya maka sebaiknya menghindari susu sapi dan mencari alternatif penggantinya. Tetapi sayangnya, saat ini terdapat kecenderungan berlebihan dalam mendiagnosis alergi susu sapi. Hampir semua anak mengalami gejala alergi langsung divonis sebagai alergi susu sapi padahal belum tentu benar. Bahkan menurut penelitian di beberapa negara di dunia, prevalensi alergi susu sapi pada anak dalam tahun pertama kehidupan hanya sekitar 2%. Sekitar 1-7% bayi pada umumnya menderita alergi terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi.

Kontroversi itu mengingatkan pada buku Diet Golongan Darah yang ditulis Dr. Peter D'Adamo. Dia juga menulis bahwa makanan tertentu pada golongan darah tertentu ada yang aman dan yang menggangggu kesehatan. Memang setelah diet tersebut oleh sebagian besar orang mengikuti dan berhasil. Tetapi sebenarnya bila dicermati berbagai makanan yang dihindari adalah kebanyakan makanan yang berisiko alergen atau penyebab alergi tinggi yang dapat mengganggu siapa saja yang mengalami tetapi tidak berdasarkan golongan darah. Artinya, golongan darah apapun bila mengikuti daftar makanan yang manapun pada umumnya sebagian akan relatif berhasil. Tetapi pada orang sehat yang tidak mengalami alergi atau intoleransi makanan tidak akan berdampak apapun meski tidak mengikuti diet golongan darah. Sampai sekarangpun tidak ada penelitian ilmiah yang menunjukkan manfaat diet golongan darah pada kesehatan. Bahkan dalam pubmed atau jurnal kesehatan ilmiah internasional yang kredibel tidak ditemukan satupun penelitian yang dilakukan oleh Dr. Peter D'Adamo tentang diet golongan darah.

Kontroversi opini kesehatan sering timbul di dalam masyarakat karena globalisasi dan kecanggihan informasi teknologi yang sangat pesat. Berbagai informasi kesehatan dengan sangat cepat bisa melalui media masa atau media online. Bahkan saat ini lebih dipermudah penyebarannya dan sangat luas dengan adanya BBM, Twitter atau media sosial lainnya. Setiap orang bahkan bukan ahli kesehatanpun dapat dengan bebasnya menyebarkan opini kesehatan tanpa tahu benar tidaknya informasi kesehatan itu secara ilmiah. Selain itu pada umumnya masyarakat awam sering salah dalam menginterpretasikannya. Kontroversi informasi kesehatan seringkali juga ditimbulkan oleh opini dokter, dokter ahli atau pakar kesehatan.

Bagaimana menyikapi

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau